Aku masih semester tiga. Saat ini aku merasa ada yang kurang sangat banyak di hidup ini. Sebagai manusia yang hanya hidup sebentar di dunia, aku sama sekali tak puas dengan apa yang ada sekarang walau aku berusaha sangat bersyukur atas semua ini.........
Falsafah dan pandangan hidup adalah alat yang bisa digunakan sebagai pembentuk kepribadian bangsa. Itu juga bisa dimasukkan kedalam kategori budaya bangsa. Beberapa waktu setelah menjabat presiden untuk kedua kalinya, Pak SBY pernah berkata tentang pentingnya Character Building, Pak Karno juga pernah menyinggung hal ini dalam salah satu pidatonya tahun1966. Tentu falsafah bangsa sangat penting dijadikan gerbong utama dalam hal ini. Namun apa yang terjadi terkadang membuat kita salah mengartikan apa yang terkandung dalam falsafah tersebut. Oleh karena itu akan saya berikan sedikit contoh yang kiranya dapat meluruskan anggapan kita tentang pentingnya falsafah bangsa yang harus dijalankan.
Falsafah Jawa mengatakan bahwa ‘’hidup hanya mampir makan dan minum di dunia’’. Namun masalahnya, orang Jawa banyak yang menambahkan kata di belakang dari falsafah itu. ‘’Orang hidup Cuma bentar kok dibuat susah’’ begitu kiranya tambahan kata dibelakang falsafah Jawa tadi. Parahnya, ada falsafah lain yang berbunyi ‘’alon-alon asal kelakon’’ atau dalam bahasa indonesianya, pelan-pelan asal terlaksana. Sebenarnya masih banyak falsafah yang ada pada bangsa kita,bukan hanya dari Jawa tentunya, namun saya kira dua tadi bisa saya pakai untuk contoh.
Sebenarnya falsafah tadi tidaklah salah, yang salah tentu orang yang mengartikan apa yang dimaksud dalam falsafah tadi. Menurut saya, hidup yang hanya sebentar ini bukan hanya untuk senang-senang belaka. Setidaknya, dalam hidup selalu ada usaha-usaha yang dilakukan untuk sebuah pencapaiaan. Bahkan kesenangan sendiri adalah hasil dari usaha tadi. Tentu tidak ada usaha yang dilakukan dengan meniadakan unsur kesusahan. Dengan usaha kita bisa menemukan,menciptakan,membangun dan apa saja yang berguna bagi kesejahteraan bangsa kita.
Dalam falsafah ‘alon-alon pokoke kelakon’ juga sepertinya membuat kita kadang meremahkan. Yang ada kita hanya pelan-pelan dan tanpa melihat target pencapaian. Hasilnya adalah segala sesuatu dilakukan dengan lama. Pada masa global seperti ini tentu pandangan seperti ini tidak dapat dilakukan dalam segala konteks kehidupan. Orang bijak berkata bahwa waktu adalah uang, walupun tentu yang dimaksud orang bijak tadi tujannya bukanlah uang semata, namun hendaklah kita menghargai waktu dalam setiap pekerjaan. Pantang kita melaksanakan pandangan diatas selama kita tidak mau ketinggalan dengan bangsa lain.
Bagaimanapun falsafah tadi adalah nilai luhur yang tidak bisa dihapuskan dalam masyarakat. Falsafah tadi juga merupakan budaya yang harus kita jaga jika kita menganut hukum ide dan gagasan termasuk kedalam budaya. Tetapi dalam masa yang global seperti ini, segala hasil budaya masa lalu harus disesuaikan dengan kontekstual kehidupan bermasyarakat. Hal ini harus dilakukan agar kita tidak ketinggalan dengan bangsa lain. Lihatlah bangsa jepang yang begitu cepat bangkit setelah perang dunia ke II. Mereka sangatlah menghargai waktu, mereka mau bekerja keras dan belajar. Saya rasa kita juga bisa melakukannya jika mau menyesuaikan budaya dengan konteks masa sekarang. Kita bukan merubah budaya, namun hendaklah budaya itu kita sesuaikan dengan rasionalitas yang tepat serta menempatkannya sebagai pijakan dalam melakukan berbagai sesuatu. Dengan begitu kita akan memiliki keahlian yang didukung dengan jati diri sebagai bangsa yang besar.

1 komentar:
Keep your mind about it...
Posting Komentar