Total Tayangan Halaman

Rabu, 06 Juli 2011

Kita Bukan ‘Bangsa Budak’!!!

‘’Indonesia adalah negeri budak. Budak diantara bangsa
Dan budak bagi bangsa lain’’(Pramoedya Ananta Toer)
Tampaknya bukan tanpa sebab Pram mengungkapkan hal tersebut. Kita adalah negeri yang konon merupakan pengekspor tenaga kasar terbesar di dunia. Dan menurutku itu terjadi karena kita membiasakan untuk menjadi bangsa dengan pekerjaan tenaga kasar. Dalam era sekarang, aku rasa pemerintah(yang merupakan bangsa kita sendiri) mempunyai urusan penting dalam hal ini. Merekalah yang seharusnya mengatur semuanya, setidaknya agar Negara kita tidak lagi dianggap Negara rendahan oleh bangsa lain.
Di pengantar buku karangan Pram yang kubaca, ada sebuah pernyataan dari pengantar yang membuat hati ini miris. Begini kutipannya :
‘’Dari pemeriksaan yang cukup detail dan bercorak tuturan perjalalan ini, membiak sebuah ingatan yang satire, bahwa kita adalah bangsa yang kaya tapi lemah. Bangsa yang sejak lama bermental diperintah oleh bangsa lain. bangsa yang penguasanya lebih asyik memupuk-mupuk ambisi berkuasa daripada mengerai kesejahteraan bagi warganya’’
Mungkin bagi bangsa lain seperti Malaysia, Arab, dan lainnya, kita tidak ubahnya budak yang dapat dikerjakan sebagai apapun. Bangsa-bangsa itu seperti yang diberitakan akhir-akhir ini, amat tidak menghargai bangsa kita. Hal tersebut tampak dari perlakuan kasar terhadap tenaga kerja kita. Pendeknya, harga diri kita sebagai bangsa yang besar dan merdeka sendiri 66 tahun yang lalu mulai diremehkan oleh bangsa lain. Memang kita bukan menjadi budak sebenarnya seperti berabad-abad lalu yang dipekerjakan seenaknya dan tanpa jaminan untuk hidup merdeka, namun jika dilihat dari jiwa jaman pada masa sekarang, pekerjaan yang paling besar kita ekspor ke luar negeri bisa dikatakan adalah tenaga kerja kasar yang amat tidak dihargai.
Bagaimana tidak, hampir seluruh TKI/TKW yang dikirim untuk bekerja di negara lain mayoritas adalah pembantu rumah tangga dengan tidak adanya ketrampilan khusus. Tentu itu menjadikan bangsa kita memiliki nilai tawar yang rendah di bangsa lain hingga bisa berlaku seenaknya. Parahnya, pemerintah tampak acuh dengan hal itu. Mereka terlihat hanya memikirkan devisa yang banyak dari pengiriman tenaga kerja yang banyak pula. Saya bisa contohkan kasus Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi. Selain itu, banyak kabar yang memberitakan bangsa kita disetrika, diguntung bibirnya, diperkosa, tidak digaji, hingga siksaan-siksaan lain. Dan yang menyakitkan, hampir semua berita miring itu terjadi di Arab Saudi yang notabene adalah Negara pusat agama Islam di dunia. Tentu nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan Islam sebagai agama sangat bertolak belakang dengan perlakuan orang disana terhadap warga kita.
Aku rajin membeli Koran akhir-akhir ini, dan hampir disetiap Koran yang aku baca selalu ada yang memberitakan tentang nasib TKI yang nelangsa. Hampir semuanya berasal dari Arab Saudi. Negara itu seolah-olah amat merendahkan bangsa kita dengan tidak menindak warga negaranya yang kasar terhadap tenaga kerja Indonesia. Selebihnya kukira itu karena mereka menganggap bahwa kita memang pantas direndahkan dan pantas tidak mendapat keadilan. Seharusnya sebagai bangsa yang besar, kita harus mengubah stigma ini.
Memang tidak semua warga Negara kita bekerja sebagai pembantu atau kuli di Negara lain. ada juga tenaga medis, tenaga guru, tenaga keamanan. Kita ambil contoh saja Pak Habibie yang amat tersohor sebagai tenaga kerja Indonesia berkualitas nomor 1 itu. Sayangnya, itu hanya segelintir dari bangsa kita, selebihnya, tetap menjadi tenaga kasar karena tidak mempunyai ketrampilan. Meski begitu, tidak semua Negara juga yang memperlakukan tenaga kasar kita dengan buruk, Hongkong contohnya. Dari beberapa buku yang ditulis sendiri oleh TKI, mereka mengungkapkan bahwa bekerja di Hongkong cukup terjamin dari Negara lain. tenaga kerja disana pun memiliki kebebasan seperti berorganisasi dan mengunjungi perpustakaan kota. Selain itu, taman Victoria di juga mereka jadikan basis utama untuk berkumpul.
Disini aku jelaskan bahwa TKI/TKW kita bukan merupakan seorang budak bagi bangsa lain. kita sebagai bangsa Indonesia tentu tidak mau menganggapnya begitu. Namun apa yang dikatakan bangsa lain seperti Malaysia yang bangsanya banyak yang sensitive terhadap bangsa kita?. Bukankah hanya sebuah kejelekan untuk bangsa kita yang mereka katakan?. Dan untuk merubah semua itu, butuh perjuangan bersama. Kita tidak lebih rendah atau bodoh dari Negara lain, bahkan Jepang yang tersohor sebagai bangsa Asia tercerdas itu. Yang kita butuhkan adalah membangun tatanan baru sebagai bangsa yang bermartabat atas usaha bersama, baik dari berbagai etnis, tingkatan masyarakat, dari akademisi hingga rakyat jelata, dari pemerintah hingga pembantu rumah tangga. Kita perlu kerjasama dan saling mendorong usaha masing-masing. Kita juga tidak perlu silau dengan keberhasilan bangsa lain, karena sebenarnya kita juga bisa sebagai sesama Homo sapiens yang tidak lebih rendah dari yang lain. dan sebagaimana yang aku tulis diatas bahwa pemerintah sangat berperan penting dalam membangun tatanan baru ini. Etos kerja harus berubah kea rah yang lebih baik.
Aku bisa mengatakan kita memiliki potensi atas dasar beberapa tokoh TKI di Taiwan, Korea, Hongkong atau lainnya yang berhasil mengembangkan dirinya. Ada yang menjadi penulis, ada yang pandai bahasa, hingga ada yang mencapai sarjana. Pengembangan diri sangatlah penting disini. Pekerjaan bukan hanya sepintas dokter, polisi, tentara atau guru sebagaimana yang diajarkan di TK atau SD dulu. Mengembangkan potensi bangsa kita hingga menjadi kreatif dengan potensi itu lebih baik daripada hanya sekedar mengincar pekerjaan diatas. Sudah saatnya bangsa lain tidak menganggap bangsa kita sebagai bangsa budak seperti yang dikatakan Pram. Sudah saatnya kita bangun dan menjadi bangsa yang besar dalam arti yang sesungguhnya.

Rabu, 29 Juni 2011

Lokalisasi Dolly, Tidak Mungkin Asal Ditutup



Saat ini lokalisasi Dolly yang berlokasi di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur tercatat sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Terdapat setidaknya 1050 penjaja seks yang terdapat disana dan tersebar di ratusan wisma. Tentu bagi sebagaiaan besar masyarakat, terutama masyarakat Jawa Timur sangat malu dengan rekor ini. Memang selama ini Jawa Timur dikenal sebagai provinsi dengan jumlah pondok pesantren terbesar di Indonesia. Dari 14.000 pesantren di Indonesia, 60% berada di wilayah Jawa Timur. Ketua PWNU (Pengurus Wilayah Nahdhotul Ulama) Jawa Timur, KH Mutawakkil, bahkan mengatakan hal ini sangat ironis. Di satu sisi Jawa Timur menjadi wilayah dengan pondok pesantren terbesar, namun juga lokalisasi terbesar, bahkan se-Asia Tenggara. Banyak pula tanggapan dari masyarakat luas yang menyarankan bahwa lokalisasi Dolly hendaklah ditutup karena membawa pengaruh buruk di masyarakat.

Dampak Penutupan Lokalisasi Dolly

Meski didasari data diatas, tentu wilayah lokalisasi Dolly tidak bisa ditutup begitu saja. Penutupan secara sepihak hanya akan menimbulkan masalah baru. Pemerintah juga perlu berkaca pada penutupan lokalisasi Saritem di Jawa Barat. Meski telah resmi ditutup, ternyata praktik prostitusi di Saritem masih banyak berjalan dengan illegal. Selain itu, penutupan juga akan berdampak besar pada aspek sosial dan ekonomi. Bayangkan saja jika lokalisasi benar-benar ditutup, tidak hanya PSK yang akan kehilangan pekerjaan, tapi juga tukang parkir, penjaja kondom, pedagang rokok, tukang becak, penjual pulsa, dan lain sebagainya. Mereka yang kehilangan pekerjaan kebanyakan berasal dari golongan miskin, dampaknya tentu saja bisa terjerumus kepada kriminalitas. Selain itu, PSK tadi bisa saja menjajakan jasanya di berbagai tempat sehingga menambah masalah baru. Patut dicatatat juga, jika lokalisasi ditutup, pemasukan pemerintah yang berasal dari retribusi akan hilang. Berdasarkan tulisan di situs Zicoe.com, untuk membuka wisma baru saja pengelola wisma harus membayar setidaknya dua juta rupiah untuk izin ke RT/RW setempat. Itu tidak termasuk tarikan setiap tahun, atau juga tarikan dari pihak keamanan. Belum lagi putaran ekonomi yang mencapai milyaran rupiah akan hilang seiring dengan ditutupnya lokalisasi ini. Penyebaran HIV/AIDS juga akan semakin merajalela jika sampai lokalisasi ditiadakan. Hal ini disebabkan pemerintah akan kesulitan mengontrol kegiatan prostitusi yang bisa saja dilakukan secara illegal.

Ketika tersiar kabar Lokalisasi Dolly akan ditutup, terdapat penolakan dari berbagai pihak. Tentu dari mereka yang sangat menggantungkan hidupnya dari bisnis prostitusi ini. Okezone. Com (10 November 2010) memberitakan bahwa penolakan langsung ditegaskan oleh Paguyuban Masyrakat Pekerja Lokalisasi (PMPL).SA Saputro selaku Kordinator PMPL sendiri mengatakan bahwa pemeritah tidak pernah turun langsung dan melihat betapa tergantungnya kehidupan masyarakat sekitar akan bisnis ini. Bahkan berdasarkan sumber yang sama, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, yang dalam hal ini mempunyai wewenang penuh menyatakan menolak menutup lokalisasi ini. Bagaimanapun penutupan tanpa ada solusi hanya akan menghilangkan rasa keadilan bagi masyarakat. Apalagi adanya prostitusi juga disebabkan karena kemiskinan, bukan dari niat pelakunya sendiri.




Solusi

Dari berbagai masalah tentang bisnis prostitusi Dolly, setidaknya penulis dapat memberikan berbagai usulan solusi sebagai berikut :

  1. Penutupan secara sepihak tidak bisa dibenarkan. Sebaiknya, pemerintah mencarikan cara-cara untuk memberdayakan masyarakat, baik PSK, pedagang, dan lainnya, yang sudak terlanjur terjun ke bisnis ini. Caranya dengan memberikan pelatihan ketrampilan tertentu sehingga mereka bisa terjun ke dunia lain dengan bekal ketrampilan tersebut. Selama ini memang sudah sering orang mengusulkan hal ini, namun tanggapan konkret dari pemerintah sendiri masih kurang. Pemerintah juga hendaknya menggali potensi lapangan kerja baru bagi pegawai Dolly yang ingin berpindah profesi.
  2. Dilakukannya berbagai aturan yang membatasi gerak tempat prostitusi. Hal ini bisa berkaitan dengan dinaikannya pajak retribusi terhadap pemerintah, pembatasan jam kerja, atau juga pembatasan pemasukan PSK baru. Untuk 2 hal yang terakhir ini, sudah memang sudah mulai dipraktekan oleh pemerintah, namun pada prakteknya, masih saja banyak wisma nakal yang melanggar aturan. Ini diketahui sendiri pada saat penulis melakukan analisis sosial LPM SIAR UM bulan Juni lalu. Aturan pengharusan penggunaan kondom juga harus dipertegas. Hal ini damaksudkan untuk menekan semakin besarnya penghuni yang terjangkit HIV/AIDS. Berdasarkan laporan dari Komisi Penanggulangan Aids yang ditulis di Jurnal Nasional, jumlah penderita HIV/AIDS di lokalisasi Dolly sebanyak 35%.




Kesimpulan

Lokalisasi Dolly yang merupakan Lokalisasi terbesar di Asia ternggara tidak mungkin ditutup begitu saja. Hal ini malah akan menambah masalah baru bagi masyarakat. Oleh karena itu perlu solusi yang tepat untuk menangani masalah lokalisasi Dolly. Harapannya memang suatu saat nanti lokalisasi ini benar-benar ditutup, namun penghuninya juga mendapatkan pekerjaan pengganti yang selayanknya. Masalah ini juga bukan hanya tanggung jawab pemerintah selaku pemilik wewenang, namun juga tanggung jawab kita semua.







Rabu, 30 Maret 2011

Perkembangan kamera dari masa ke masa


Kegiatan yang berkaitan dengan memotret diyakini sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sejak istilah photography itu sendiri ada. Memotret diyakini sudah ada sejak abad ke 13, namun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa kegiatan ini sudah ada jauh sebelum abad ke 13. Ketika itu manusia akan melihat sesuatu dari bilik bangunansebesar rumah gelab yang diberi lubang sebesar lubang jarumyang disebut pinhole. Bangunan gelap tersebut disebut camera obscura, dari bahasa latin camera yang artinya kamar, sedangkan obscura berarti gelap(Audy Mirza Alwi,2004:18).
Pada abad ke 15, terdapat perkembangan dari bentuk kamera tersebut. Kamera yang sebelumnya membutuhkan ruangan besar, sekarang menjadi diperkecil seukuran telivisi atau radio. Dengan perubahan bentuk ini, kamera tersebut dianggap sudah modern pada masanya karena memudahkan manusia membawanya. Fungsi dari adanya kamera ini adalah untuk melihat proyeksi bagi seniman yang akan melukis. Seniman pada masa itu yang memanfaatkan teknologi ini adalah pelukis ternama sekelas Leonarno da Vinci.
Setelah bentuk camera obscura dipekecil dan mudah dibawa kemana-mana, ada dua orang peneliti dari Inggris dan Prancis yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kamera itu. Adalah Louis Dagguerre dan William Henry Fox Talbot yang melakukan penelitian tersebut. Penelitian yang dilakukan ditujukan untuk mengetahui apakah proyeksi yang dihasilkan bisa direkam melalui plat/kertas yang diberi senyawa kimia yang diletakan diatasnya(Audy Mirza Alwi,2004:19).
Penelitian kedua orang tersebut berhasil dengan gemilang. Camera obscura yang diberletakan plat/kertas bisa menghasilkan gambar ketika digunakan. Namun sayangnya pada saat itu, masalah yang muncul adalah bukan bagaimana mengeksplorasi teknologi baru ini, namun lebih ke siapa yang lebih dahulu menemukan teknologi ini. Masing-masing pihak kedua negara mengklaim bahwa peneliti mereka yang menemukan teknologi ini terlebih dahulu1.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siapa yang pertama kali menemukan pengembangan kamera tersebut, diketahuilah bahwa keduanya menghasilkan penelitian yang berbeda. Penelitian Dagguerre diperoleh hasil yang kira-kira sama dengan teknik cetak positif sekarang ini. Hasil penelitiannya ini disebut daguerreotype.Sementara dari penelitian Talbot diperoleh bahwa hasil akhir kira-kira sama dengan hasil cetak negatif pada masa sekarang ini(Audy Mirza Alwi,2004:19).
Dari polemik yang timbul dari dua peneliti inilah akhirnya lahir istilah photograpy. Istilah ini dikemukakan pertama kali oleh ilmuwan asal Inggris lainnya, yaitu Sir John Herschell pada tahun 1839. Arti dari photography sendiri adalah melukis/ menulis dengan cahaya. Kata ini diambil dari bahasa Yunani yaitu photos yang artinya cahaya dan graphos yang artinya menulis/melukis.
Terdapat perkembangan dari berbagai jenis kamera sejak masa ditemukannya kamera pertama. Setiap perkembangan itu selalu diiringi perubahan baik dari segi bentuk, fungsi dan teknologi. Berikut adalah perkembangan jenis kamera dari yang paling awal hingga yang paling akhir menurut Audy Mirza Alwi(2004):
  1. Kamera Format Besar
Disebut kemera format besar karena ukuran dari kamera ini memang besar. Ukurannya kira-kira setara dengan kamera pada masa Leonardo da Vinci yaitu sebesar televisi atau radio. Kamera ini menggunakan film dalam ukuran besar dan berupa lembaran bukan dalam bentuk gulungan. Karena ukurannya yang amat besar ini, kamera ini digunakan hanya untuk membidik objek yang tidak banyak bergerak. Kaca pembidik terletak di belakang kamera. Fungsinya adalah untuk melihat objek dan tempat untuk meletakan film saat memotret. Hasil foto dari kamera format besar sangat bagus dan tajam. Ukurannya foto yang dihasilkan bisa dibesarkan hingga seukuran papan reklame tanpa mengurangi kualitas dan mutu gambar. Jenis kamera ini sering juga disebut view camera.
  1. Kamera Format Sedang
Kamera jenis ini merupakan perkembangan dari kamera format besar. Perubahan yang paling menonjol jika dibandingkan dengan kamera sebelumnya adalah pada bentunya yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan semakin mudahnya kamera dibawa kemana-mana. Film yang digunakan juga berukuran lebih kecil. Selain itu film juga tidak dalam bentuk lembaran lagi, namun sudah dalam bentuk roll atau gulungan. Tempat bidikan juga mengalami perubahan yaitu diletakan di atas kamera. Film yang sebelunya dijadikan satu dengan tempat bidikan tetap ditempatkan sendiri di belakang kamera. Terdapat perubahan pula dari segi cermin refleksi. Jika kamera sebelumnya masih belum ada, pada kamera jenis ini sudah ada. Proyeksi lensa tidak terbalik melainkan terlihat apa adanya seperti mata melihat langsung.

  1. Kamera format kecil (SLR-35mm)
Kemera ini merupakan perkembangan selanjutnya dari kamera-kamera sebelumnya. Bentuk dari kamera ini lebih kecil dan film yang digunakan berformat film bioskop 35mm. Kamera ini dibuat dengan menggunakan sistem pencari ketajaman range finder, yaitu menggabungkan dua proyeksi lensa dari objek yang diabadikan. Oleh karena itu kamera ini disebut kamera range finder. Untuk memudahkan mencari ketajaman, dibuat penta prisma di bagian atas kamera. Penta prisma sendiri adalah lima cermin berbentuk prisma yang berfungsi merefleksikan kembali mirror ke kaca pembidik. Kamera SLR-35mm adalah kamera yang banyak digunakan baik untuk pemotretan dalam maupun luar studio. Pada masa sekarangpun format kamera ini masih digunakan di beberapa kamera digital
  1. Kamera istimewa
Melihat namanya yang memakai istilah istimewa, kamera ini memang memiliki keistimiwaan cara kerja yang berbeda dengan kamera lainnya. Kamera ini tidak mengunakan tombol kecepatan dan diafragma. Para fotografer tinggal mengklik tombol kamera dan foto akan jadi. Kamera ini juga tidak mempunyai fokus karena sudah dirancang sedemikian rupa untuk mengatur fokus di berbagai jarak. Hasilnya adalah gambar yang tajam kecuali pada jarak kurang dari satu meter. Beberapa contoh dari kamera jenis ini adalah kamera saku, kemera bawah air, kamera langsung jadi, kamera kedokteran dan sebagainya.
  1. Kamera Advance Photo System
Ciri utama dari kamera ini adalah film yang digunakan sama dengan film kamera 35 mm. Perbedaan yang ada hanya pada ukuran film ynag lebih kecil, begutu pula dengan bentuk kameranya. Hasil kamera advance photo system(APS) berbeda dengan hasil foto kamera 35 mm. Jika kamera 35 mm berupa negatif dan untuk memperoleh hasil positifnya harus dicetak maka hasil foto kamera APS hanya positof saja. Tetapi hasil foto itu tidak ditaruh dalam bingkai-bingkai kecil seperti halnya film positif(slide) kamera 35 mm, melainkan digulung kembali dalam wadahnya. Hasil foto kamera APS ini terbilang sangat bagus karena film terlindungi dalam kaset. Namun kekurangannya adalah biaya yang harus dikeluarkan untu kamera dan film relatif mahal.
  1. Kamera digital
Kamera ini adalah perkembangan jenis kamera paling mutakhir dan masih digunakan sebagai ujung tombak dalam hal fotografi. Keutamaan dari kaera ini adalah adanya memory penyimpanan dalam bentuk digital yang terbuat dari unsur kimia. Data digital mudah dipindahkan dan bisa memuat banyak foto. Cara kerja kamera ini ada pada CCD yang menyerap cahaya dari objek yang dibidik. Disini cahaya diubah menjadi titik-titik yang jumlahnya mencapai rubuan, bahkan jutaan. Titik itu kemudian membentuk suatu foto. Jika titik yang didapat banyak dan rapat, maka gambar akan bagus dan padat, begitu juga sebalinya. Kumlah titik ini ditentukan oleh resolusi kamera.
Jika kita memperhatikan perubahan jenis kamera dari yang paling sederhana hingga yang paling modern, maka terdapat perubahan dalam alat teknologi fotografi. Namun pada dasarnya, prinsip fotografi tetap sama. Perubahan yang tampak sederhana ini membawa dampak teknis yang besar. Hal ini disebabkan karena fotografer sebenarnya berpindah teknologi kerja. Akibatnya seluruh pekerjaan pembentukan gambar fotografi baik teknis maupun artistik juga ikut berubah(Makarios Soekojo.2007:8).
Terdapat beberapa keuntungan besar yang diperoleh dengan ditemukannya kamera paling akhir yaitu kamera digital. Keuntungan-keuntungan itu menurut Soekojo(2007) adalah sebagai berikut :
  1. Ukuran gambar Maksimum
  2. Kualitas rekaman maksimal
  3. Pencahayaan optimal
  4. Simpan rekaman asli
  5. Perubahan munimal
Selain penjelasan diatas tentu harga yang terjangkau dan bentuknya yang makin mudah dibawa serta data yang mudah didistribusikan menjadi keuntungan tersendiri. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa kualitas jenis kamera digital ini masih kalah dengan kamera dengan jenis sebelumnya, yaitu analog.
Secara sederhana, citra yang ditangkap oleh lensa kamera digital diolah menjadi gambar visual oleh sensor elektronis yang mampu menampilkan gambar secara langsung. Yang dimaksud dengan sensor elektronis adalah sensor yang mampu mengubah cahaya ynag memasiki kamera menjadi elektron dan kemudian merekamnya berdasarkan intensitas cahaya yang menerpa lempeng sensor. Sensor ini menentukan berapa banyak warna yang dapat direkam kamera saku digital 5 mp misalnya mampu merkekam 5 juta element warna yang berbeda(Atok Sugiarto,2006a:1).
Ada bebrapa sensor yang digunakan dalam kamera digital. Namun pada kenyataannya, hanya ada dua jenis sensor yang sering digunakan yaitu sensor CCD(charge coupled device) dan CMOS( Complementary metal oxide semicondictor). Sensor CCD merupakan keping silikon yang terbentuk dari ribuan(bahkan jutaan) dioda foto sensitif yang disebut photosite,photo element,atau pixel. Setiap pixel menangkap satu titik objek, kemudian merangkainya dengan hasil tangkapan pixel lain hingga menjadi gambar. Sedangkan CMOS adalah sirkuit kecil yang ditempelkan pada keping silikon. Sirkuit ini bisa mengatasi kekurangan pada sensor CCD dalam hal ukuran karena lebih kecil. Dari segi teknologi dan harga pun CMOS bisa memberi harapan yang baik.
Kamera bersensor CMOS memberi keuntungan-keuntungan yang tidak didapat pada kamera bersensor CCD. Sensor CMOS bisa digabungkan dengan rangkaiaan lain untuk keperluan tertentu sehingga harganya bisa ditekan. Bentuk kamera pun dimungkinkan lebih kecil dan ringan. Kelebihan lainnya adalah sensor CMOS bisa berubah dari mode pemindaiaan gambar menjadi mode pemindai gambar bergerak. Ini menjadikan kamera digital bisa sekaligus menjadi sarana untuk merekam video sekaligus. Sensor CMOS juga mempunyai daya tahan lebih lama daripada sensor CCD
Terlepas dari segala kelebihannya dibandingkan dengan kamera bersensor CCD, kamera bersensor CMOS juga memiliki kekurangan. Bahkan secara keseluruhan, kamera bersensor CCD jauh lebih baik dibandingkan dengan kamera bersensor CMOS. Hal ini dikarenakan kualitas gambar yang dihasilkan kamera bersensor CCD lebih baik daripada kualitas gambar yang dihasilkan kamera bersensor CMOS. Noise yang dihasilkan juga tidak sebanyak kamera bersensor CMOS.
Terlepas dari perkembangan sensor yang bisa dikatakan sebagai otak kamera masa kini, terdapat pula komponen-komponen lainnya yang umum terdapat pada kamera. Menurut Audy Mirza Alwi(2004) ada setidaknya komponen dalam kamera, terutama kamera SLR 35mm yaitu :
  1. Tombol kecepatan
  2. Tombol pengatur ASA2
  3. Tirai kamera
  4. Kaca pembidik
  5. Cermin pemfokus
  6. Lensa
  7. Film
  8. Flash
Sedangkan komponen tambahan yang biasa disebut aksesori kamera adalah sebagai berikut :
  1. Motor penggerak
  2. Filter
  3. Pengganda lensa
  4. Pengukur cahaya
  5. Tripod
Pada perkembangan lebih lanjut, mengingat tuntutan kemudahan dan fungdi praktis yang amat dibutuhkan manusia, dikembangkan kamera yang disatukan dengan teknologi lain. hal seperti ini biasa disebut sebagai sitem multimedia. Kamera pada masa ini sudah bisa diintegrasikan dengan perangkat lain yang hampir setiap orang membawanya yaitu handphone.Kamera jenis ini biasa disebut kamera ponsel. Hal ini tentu sangat memudahkan manusia dalam melakukan banyak hal seperti menelpon, sms, dan fotografi sekaligus dalam satu alat yang sama. Ponsel berkamera memberi kesempatan kepada kaum awam untuk mewujudkan gambar atau foto dari suatu peristiwa, kejadiaan, atau objek secara lebih luwes(Atok Sugiarto,2007:1)
Sama dengan kamera konvensional, kamera hanphone juga memiliki komponen-komponen walau berbeda dengan kamera konvensional. Berikut komponen kamera ponsel menurut Atok Sugiarto(2007):
  1. Lensa
  2. Pembidik(pembidik optik paralel, pembidik optik through the lens serta pembidik liquid crystal display)
  3. Media penyimpanan
  4. Sumber tenaga
  5. Media Transfer
  6. Resolusi
Saat ini, bahkan sudah adak kamera ponsel yang kualitasnya setara dengan kamera digital konvensional. Pada beberapa ponsel tingkat atas bahkan resolusinya ada yang diatas kamera digital konvensional. Dalam kamera ponsel ini juga dimungkinkan melakukan perekaman gambar bergerak atau dalam bentuk video. Harga dari kamera ponsel juga terjangkau. Bahkan ada beberapa produsen ponsel yang menyediakan ponsel low end dengan fasilitas kamera dalam kisaran harga dibawah satu jutaan(J.Com, 2008:9).
Dengan semakin mudahnya kita bisa mencetak gambar dengan jenis-jenis kamera digital yang bisa dimiliki oleh orang banyak ini maka juga dibutuhkan aplikasi lainnya dalam pengolahan foto. Hal ini dikarenakan terkadang hasil foto kurang memuaskan dari banyak segi seperti pencahayaan, filter dan sebagainya. Dengan foto yang dalam format digital, maka memungkinkan kita untuk menggunakan aplikasi di komputer dan mengeditnya. Tercatat telah banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk memanipulasi hasil foto. Dari yang legendaris seperti ACD See hingga Photoshop seri terbaru. Berikut daftar aplikasi yang bisa digunakan dalam hal mengedit foto menurut Ian Chandra K.(2007):
  1. ACD see Pro 8
  2. Microsoft Digital Image Suite 2005
  3. Corel Photo Paint X-3
  4. Adobe Photoshop CS23
  5. Pinnacle Studio 10.5
  6. Roxio Easy Media Creator 8
  7. Recovery My Files v3.8
Dengan adanya perkembangan teknologi baik di kamera, aksesori, ataupun aplikasi, hasil foto yang didapat bisa lebih menarik dilihat. Kemudahan ini juga membuat para fotografer bisa lebih bebas dalam mengekspresikan jiwa mereka terhadap suatu peristiwa yang didapat.

1 Hal ini dapat dipahami karena pada saat itu rivalitas antara kerajaan Inggris dan Prancis sedang panas-panasnya. Sehingga pengakuan tentang siapa yang berhasil mengembangkan camera obscura dianggap akan mengangkat harga diri bangsa mereka masing-masing.

2 Pada kamera masa sekarang lebih banyak menggunakan standar ISO. ISO sendiri adalah standart yang digunakan oleh lembaga standart internasional dalam banyak bidang, termasuk film fotografi. Lembaga ini didirikan pada tahu 1947.

3 Sekarang telah berkembang hingga Adobe Photoshop CS5. Dengan perkembangan ini maka aplikasi ini lebih luwes dan lengkap dalam hal mengolah foto.

Pengaruh politik VOC dalam Suksesi raja-raja Mataram


Mataram dulunya adalah hadiah yang diberikan Kesultana Pajang kepada Kyai Ageng Pemanahan karena jasanya yang sangat besar. Daerah yang berpusat di Kota Gede itu sangat makmur dan ramai dalam perdagangan sehingga pada perkembangan selanjutnya daerah tersebut menjadi daerah yang penting dan dapat menggantikan kedudukan Pajang. Setelah wafatnya Kyai Ageng Pemanahan pada tahun 1575 kedudukannya digantikan oleh putranya Sutowijiyo. Sutowijoyo lah yang menjadi Raja pertama Kerajaan Mataram pada tahun 1586, setelah kemenangan berperang melawan Pajang dan bergelar Senopati ing Alogo Sayidin Panotogomo. (Sejarah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, 1997:83)
Senopati sangat ingin mempersatukan Pulau Jawa termasuk Banten dibawah kekuasaan Mataram dan menguasai perdagangan di wilayah Asia Selataan, namun pada tahun 1601 Senopati wafat setelah menaklukkan Cirebon dan selanjutnya digantikan oleh putranya, Sultan Anyokrowati, beliau wafat pada tahun 1613. Setelah itu muncullah Sultan Agung Anyokrokusumo, beliau mempunyai hubungan baik dengan Portugis yang waktu itu menduduki Malaka, sebab Mataram menggunakan Malaka untuk jalan atau pintu gerbang impor dan ekspor, sementara itu ia melarang rakyatnya menjual beras kepada pihak Belanda. (Sejarah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, 1997:85-86)
Setelah Sultan Agung wafat, digantikan oleh Amangkurtat I yang tidak sama sekali memperhatikan kesejahteraan rakyat karena ia takut kalau rakyat hidupnya makmur itu akan mengancam posisinya, dan ia pun bersikap sangat lemah terhadap pihak Belanda. Amangkurat I memonopoli perdagangan beras dan mengadakan larangan untuk melakukan pelayaran, akibatnya perdagangan di Pulau Jawa terhambat dan rakyat jawa tidak lagi mempunyai kecakapan di luar.
Amangkurat melakukan berbagai kesepakatan dengan VOC yang merupakan musuh ayahnya sendiri, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pada 1946 dia mengadakan penjanjian kepada VOC yang berisi bahwa VOC diperbolehkan menbangun pos-pos dagang di wilayah Mataram. Sebagai balasannya, VOC memperbolehkan Mataram berlayar dan berdagang di wilayah kekuasaannya. Kedua belah pihak juga saling tukar tawanan. Amangkurat sendiri menganggap bahwa hal tersebut merupakan bukti takluknya VOC atas Mataram. Namun ternyata anggapan itu salah ketika Mataram tergoncang akibat VOC mengusai wilayah Palembang pada tahun 1959. Sementara hubungan dengan pihak luar lain seperti terhadap Banten dan Makasar juga memburuk. Banten diserang oleh Mataram yeng menggunakan Cirebon sebagai pasukannya, namun gagal. Sedangkan utusan dari Hasanuddin dilecehkan oleh Sultan.
Para alim ulama pun juga ditentang olehnya, oleh karena itu banyak yang menentang Amangkurat I. Sikap Amangkurat yang tidak suka terhadap pihak ulama ini juga disebabkan karena ceramah dan ajaran Islam bisa merusak legitimasinya sebagai raja. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa dalam Islam mengajarkan seorang pemimpin tidaklah jelmaan Tuhan atau diutus langsung untuk menyampaikan wahyu Tuhan. Namun karena pada masa itu sistem Feodalisme di Jawa masih sangat kental, maka Sultan menentangnya. Ajaran Islam dianggap akan meruntuhkan derajatnya sebagai raja. Padahal, sebelumnya sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sultan sebelumnya sangat menghormati agama Islam. Sultan Agung mendorong proses Islamisasi kebudayaan Jawa(Purwadi, 2007:312). Namun Putra Sultan Agung malah terlihat merusak proses tersebut.
Ketidaksukaan terhadap Raja tidak hanya datang dari pihak luar namun pihak di dalam Kerajaan pun juga menentangnya, penentangan terutama datang dari Pangeran Anom yang bersekutu dengan Trunojoyo (Pangeran dari Madura). Kerjasama kedua Pangeran ini tidak berjalan indah, sebab pada akhirnya Pangeran Anom menjauhi Trunojoyo karena Trunojoyo adalah pihak pemberontak, oleh sebab itu ia takut posisinya juga terancam. Melihat keraguan dari Pangeran Anom, Trunojoyo segera menduduki Kerta pada tahun1677. Trunojoyo memakai pasukan yang ada di wilayah Kediri yang terdiri dari pasukan laskar-laskar Madura dan Makasar. Patut diketahui bahwa Trunajaya juga mendapat bantuan dari Karaeng Galesong. Karaeng Galesong adalah seorang pimpinan pasukan Makasar dan merupakan anak buah dari Hasanuddin yang telah dikalahkan oleh VOC . Melihat saat itu memang Amangkurat I terlihat sangat dekat dengan VOC, maka Karaeng bersedia membantu Trunajaya. Karena Kerta sudah diduduki oleh Pangeran Anom, Amangkurat I beserta para pengikut lainnya melarikan diri ke Batavia untuk meminta perlindungan dari pihak Belanda. Dalam pelariannya ini Amangkurat I wafat di sebuah tempat yang bernama Tegal Arum. Oleh karena itu dia juga disebut Sunan Tegal Arum.
Setelah berhasil menang, Trunajaya berhasil mendirikan pemerintahannya sendiri dan menguasai hampir seluruh kekuasaan di pesisir Jawa. Pangeran Anom yang takut tidak diberi kekuasaan oleh Trunajaya memilih lebih memihak kepada ayahnya yang sudah bersekongkol dengan VOC. Setelah kematian ayahnya yang mewasiatkannya untuk meminta pertolongan pada VOC. Pangeran Anom pun bergelar Amangkurat II.
Perjanjian dengan VOC sendiri ditandai dengan diadakannya perjanjian Jepara pada 1677. VOC mau membantu Amangkurat II asal dengan kesepakatan yang menguntungkan pihaknya. VOC meminta setelah nanti menang atas Trunajaya, mereka mendapat wilayah pesisir Jawa. Amangkurat II pun sepakat dengan keputusan itu. VOC dibawah Gubernur Jenderalnya yangitu Cornelis Speelman mengerahkan armada laut dari laskar Bugis dibawah pimpinan Aru Palaka dari Bone. Di darat, dia mengerahkan kekuatan dari Maluku yang dipimpin Kapitan Jonker dengan tambahan pasukan Amangkurat II sendiri. Dengan pasukan seperti itu, Trunojoyo dapat dilumpuhkan. Dia diserahkan oleh VOC kepada Amangkurat II dan diputuskan untuk dihukum mati. Tampaknya disini VOC memanfaatkan betul kondisi di Mataram untuk memperkuat cengkramannya. Tidak hanya lagi dalam bidang ekonomi, namun juga sedah merambah ke bidang politik.
Amangkurat II menjalankan betul pesan ayahnya bahwa dia harus dekat dengan VOC. Telihat dari busana yang dia kenakan. Dia adalah Sunan pertama yang memakai pakaian ala orang eropa. Amangkurat juga membangun keraton baru yaitu keraton Kartasura. Hal ini dikarenakan keraton yang ada di Plered sudah dikuasai oleh Pangeran Puger setelah kraton ditinggal oleh Trunajaya. Amangkurat II naik tahta di Kartasura atas bantuan VOC. Namun hal ini harus dibayar mahal oleh Amangkurat II. Perjanjian dengan VOC mengharuskan dia membayar sebesar 2,5 juta Gulden sebagai imbalan jasa atas berkuasanya Amangkurat di Kartasura.
Dengan beban besar dari hutang tersebut, diam-diam Amangkurat II mencari sekutu untuk menyingkirkan VOC. Dia berkirim surat kepada Palembang, Johor dan wilayah lainnya yang intinya untuk memerangi kekuasaan Belanda. Amangkurat II juga menampung buronan VOC yang bernama Untung Suropati yang dibiarkan tinggal dirumah patihnya. Pada saat VOC mengirimkan Francois Tack untuk memburu Untung, Amangkurat II berpura-pura membantunya namun membiarkan pasukan Untung menyerang pasukan Tack hingga kalah. Sikap mendua ini diketahui oleh VOC yang tentu murka mendengar hal ini. Mereka mendesak kepada Mataram(Kartasura) untuk melunasi hutang-hutangnya. Amangkurat Iiakhirnya meninggal pada tahun 1703.
Wafatnya AmangkuratII menyebabkan pertentangan di dalam keluarga Kerajaan Mataram. Hal ini memberi peluang bagi VOC untuk mengobrak abrik Kesultanan Mataram. Hal pertama yang dilakukan oleh VOC adalah membantu Pangeran Puger (adik Amangkurat II) untuk melawan putra Amangkurat II (Sunan Mas) yang telah menjadi Amangkurat III demi merebut kekuasaan yang dimiliki oleh Amangkurat III. Hal ini dikarenakan Amangkurat III sudah tidak sesuai lagi dalam melakukan kerjasama yang menguntungkan pihak VOC. Jadi mereka berusaha masuk turut campur dalam pemilihan kekuasaan di Mataram yang seharusnya menjadi hak internal dari Mataram. VOC tentu menjalankan politik devide et empera yang mengadu domba pihak-pihak yang berselisih dalam kekuasaan di Kartasura. Ini juga didukung dengan adanya pihak yang bertikai yaitu antara Pangeran Puger yang merupakan adik dari Amangkurat II dan Amangkurat III yang merupakan anak dari Amangkurat II.
Kerasnya persaingan memperebutkan tahta antara Pangeran Puger dan Amangkurat III makin memanas ketika Amangkurat III memerintahkan Pangeran Puger dibunuh. Pangeran Puger yang mengetahui itu berusaha lari ke Semarang hingga dia gagal dibunuh. Di Semarang inilah Pangeran Puger meminta bantuan VOC untuk menyerang Amangkurat III sekaligus menyerahkan tahta kerajaan kepadanya. Hal ini disetujui oleh VOC dengan balasan yang menguntungkan VOC. Setelah terjadi kata sepakat maka pasukan Pangeran Puger dan VOC menyerang Kartsura pada 1705. Menyadari hal ini, Amangkurat III menyiapkan pasukannya di Ungaran dibawah pimpinan Arya Mataram. Namun penunjukan Arya Mataram sebagai pimpinan pasukan ini ternyata salah. Arya Mataram yang notabene merupakan kakak dari Pangeran Puger memilih berpihak pada Pangeran Puger. Dia menghianati Amangkurat III dan menyuruhnya lari dari Kartasura. Amangkurat III lari ke wilayah Ponorogo dengan membawa berbagai barang pusaka. Pangeran Puger pun mendapatkan tahtanya dengan gelar Pakubuwono I.
Setelah melarikan diri dari keraton, Amangkurat terus menjadi buronan Pangeran Puger dan VOC. Amangkurat III tidak diterima di Ponorogo, dia kemudian pindah ke Madiun, ke Malang dan kemudian ke Blitar. Sebenarnya Amangkurat III juga mendapatkan dukungan dari Untung Suropati yang memang anti VOC. Namun Untung Suropati berhasil dikalahkan oleh pasukan gabungan VOC. Pada tahun 1708 Amangkurat III menyerah di Surabaya dan semua pusaka kraton akan diserahkan kepada Pakubuwono I. Dia dipenjarakan oleh VOC di Batavia. Namun akhirnya dia diasingkan di Srilanka dengan konon membawa serta pusaka Keraton.
Pada akhirnya Pangeran Puger berhasil dinobatkan menjadi Sultan Paku Buwono I. Kemenangan Pangeran Puger harus dibayarnya dengan mahal karena harus melepaskan wilayah Cirebon, Priangan dan belahan timur Madura yang berada di bawah kekuasaan untuk VOC. (Purwadi, 2003:11-12). Tentu jika kita mencermati sejak awal, perjanjian dengan VOC hanya menyebabkan kerugian bagi pihak kerajaan Jawa. Wilayah mereka berkuarang, maka keadaan ekonomi juga berhasil dikuasai oleh VOC. Memang disini terlihat kecerdikan VOC dalam memanfaatkan konflik perebutan kekuasaan di antara penguasa Jawa.
Setelah Paku Buwono I wafat pada tahun1719, terjadi pergolakan lagi di dalam Kesultanan Mataram, karena perebutan tahta oleh angoota keluarga yang menentang pengganti dari Paku Buwono I, yaitu Sunan Prabu. Kesempatan emas ini tidak dilewatkan oleh VOC untuk menanam kekuasaan di Mataram dengan mengirimkan pasukan pasukan untuk menumpas semua pihak yang tidak mendukung Sunan Prabu. Dapat dipastikan Sunan Prabu naik tahta dan bergelar Amangkurat IV.
Pada masa pemerintahan Amangkurat IV ini juga terjadi perebutan kekuasaan yang sengit seperti pada masa sebelumnya. Pangeran Blitar, saudara Amangkurat IV tidak merestui ditunjuknya Amangkurat IV sebagai raja. Kemudian dia mendeklarasikan diri sebagai raja di Karta, yang merupakan istana pada masa Sultan Agung. Terjadi juga berbagai pemberontakan dari saudara Amangkurat yang didukung oleh kaum ulama yang memang anti terhadap VOC. Namun berkat dukungan dari VOC, Amangkurat tetap bertahta hingga meninggal pada tahun 1726.
Setelah meninggalnya Amangkurat IV, pihak VOC kembali mendukung Pangeran muda untuk menggantikan Amangkurat IV, padahal usia dari Pangeran tersebut masih 16 tahun, dan bergelar Paku Buwono II (Purwadi, 2003 : 13). Hal ini kembali menunjukan pada kita bahwa VOC lagi-lagi ikut campur dalam suksesi raja di Kartasura. Tentu raja yang direstui VOC diharapkan dapat membantu politiknya untuk semakin mengeruk keuntungan di pulau Jawa.
Beberapa lama tertindas oleh keganasan VOC pada akhirnya muncullah pahlawan-pahlawan pembela Mataram yang bekerja sama dengan Tionghoa (telah lama mempunyai hubungan yang tidak baik dengan VOC). VOC dengan bantuan Cokroningrat berhasil mengalahkan para pejuang Mataram. Kekalahan yang dialami para pejuang menyebabkan Pakubuwono yang semula berpihak pada pejuang Mataram kembali memihak pada VOC. Keadaan seperti ini menyebabkan sakit hati pada para pejuang Mataram. (Mochtar Lubis dalam Purwadi, 2003:13)
Sejak saat itu muncul banyak pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Pada awalnya pemberontakan itu dibantu oleh kaum Tionghoa, tapi karena mengalami kegagalan selanjutnya pemberontakan dibantu oleh Pangeran Mangkubumi (adik dari Paku Buwono II). Paku BuwonoII meminta bantuan bantuan pada VOC, untuk imbalannya VOC meminta untuk intervensi atas pemerintahan Mataram. Pada tahun1744 VOC mengirim orang untuk dijadikan kaki tangannya yang digunakan meluluskan rencananya menguasai Mataram. Kaki tangan VOC ini dilegalkan dalam bentuk kelembagaan yaitu menjabat sebagai Pepatih Dalem, yang selanjutnya pemerintahan Mataram banyak dikendalikan oleh Patih ini. Mulai saat itu kekuasaan Raja terkikis dan memudar. (Purwadi, 2003 : 15-17)
Pemberontakan juga terjadi diakibatkan adanya tokoh yang berpengaruh saat itu seperti Arya Mangkunegaran. Sebenarnya Arya mangkunegaran dihasut oleh Patih Cakrajaya(Danureja). Atas peran VOC pula Arya Mangkunegaran diasingkan ke Tanjung Harapan. Pakubuwono yang juga tidak menyenangi patihnya itu meminta VOC untuk membantunya menyikirkan patih Cakrajaya. Tentu VOC sangat setuju dengan permintaan Pakubuwono II itu karena itulah tujuan utama dari VOC, yaitu memecah belah para pemimpin Mataram. Patih tersebut pun dilengserkan dan diganti dengan Patih Natakusuma. Patih yang baru ini ternyata juga anti terhadap VOC.
Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa terjadi pemberontakan yang terjadi dari orang-orang Cina. Pemberontakan ini diawali dengan terjadinya pembantaiaan akan etis Cina oleh bangsa eropa di Batavia. Orang Cina yang tersisa tidak terima dan menyingkir ke wilayah timur. Disini banyak pihak yang mendesak Pakubuwono II untuk membantu orang Cina tersebut. Pakubuwono pun menyetujuinya dan mengirimkan 20.000 pasukannya untuk menyerang pos-pos VOC. Pada awal perang ini, VOC berhasil didesak oleh pasukan Pakubuwono dan orang-orang Cina.
Disinilah VOC mendapatkan bantuan dari Cakraningrat IV yang berkuasa di Madura menawarkan membantu VOC. Sudah sejak lama memang Madura tidak suka dengan kepemimpinan Kertasura yang dianggapnya bobrok. VOC tentu senang sekali dengan bantuan yang diberikan ipar Pakubuwono tersebut. keadaan pun berbalik, pasukan Cina berhasil dipukul mundur oleh VOC. Pada Maret 1742, VOC berhasil menguasai Kartasura dan membuat perjanjian damai dengan PakubuwonoII. Cakraningrat IV sebenarnya meminta agar Pakubuwono dibuang, namun ternyata VOC menolak hal tersebut karena Pakubuwono dianggap masih dibutuhkan. Cakraningrat yang takut bahwa VOC tidak akan membantu kemerdekaan Madura akhirnya menyetujui Pakubuwono II kembali memerintah di Kartasura.
Disinilah tanpa diduga pasukan Cina yang kalah tadi telah dimasuki banyak pejuang Jawa yang anti VOC. Mereka berhasil merebut keraton Kartasura dan memaksa Pakubuwono II serta VOC menyingkir ke Ponorogo. Namun pada tahun 1743, Kartasura berhasil dikuasai lagi setelah pemimpin pemberontak yaitu Sunan Kuning ditangkap. Berdasar adat Jawa, karena Keraton sudah hancur dan pernah dikuasai musuh, maka harus ada pergantian tempat. Disinilah awal mula dibangunnyan kraton Surakarta yang masih bertahan Hingga sekarang.
Banyak terjadi perang saudara pada saat kepemimpinan Paku Buwono II. Perang saudara yang telah terjadi mengakibatkan stabilitas politik dan keamanan yang kacau balau juga menghabiskan banyak dana dan mengakibatkan Mataram mempunyai hutang yang berlipat ganda dengan bunga yang sangat besar kepada VOC. Dalam keadaan sakit parah Susuhunan Paku Buwono II dipaksa oleh VOC untuk menandatangani surat perjanjian yang isinya penyerahan seluruh Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan VOC, pada waktu itu VOC dipimpin oleh Gubernur Jendral Gustaf Wilem Baron Van Imhof. Setelah ditandatanganinya perjanjian tersebut secara otomatis Kekuasaan Mataram telah pudar dan semua pemerintahan dibawah kendali VOC, dengan demikian kekuasaan Raja tidak ada fungsinya lagi. Puncak kebangkrutan Mataram terjadi pada saat-saat tersebut. (Purwadi, 2003 : 16-17)
Tidak selang beberapa lama dari perjanjian tersebut Paku Buwono II turun tahta dan terjadi vakum dalam Kerajaan Mataram. Kemudian diangkatlah Paku Buwono III. Setelah penobatan Sultan baru ini terjadi peperangan yang berkepanjangan antara pihak Kraton yang dibantu oleh VOC dengan Pangeran Mangkubumi yang bekerjasama dengan Raden Mas Said. Perang Gerilya berlangsung selama 6 tahun lamanya (1749-1755). Setelah peperangan yang berlangsung lama tersebut, akhirnya VOC mengadakan perjanjian baru yaitu Perjanjian Gianti yang pada intinya berisi bahwa membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian, Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono) diberi setengah Kerajaan Mataram dengan ibukota Yogyakarta dan setengahnya lagi dibawah kepemimpinan Paku Buwono III dengan ibukota Surakarta. Perjanjian Gianti ini ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Pembagian negara ini juga diikuti dengan perbedaan budaya, yang selanjutnya kebudayaan ini juga bersaing satu sama lainnya sehingga tidak jarang menimbulkan perselisihan. (Purwadi, 2003 : 17-19)
Kejadian tersebut menunjukkan betapa hebatnya peranan dan politik yang diterapkan VOC sehingga dapat mendalangi perang saudara antara para penguasa di Mataram dengan cara memberikan benih perpecahan secara terus menerus. Setelah keadaan Mataram terpecah pun VOC tetap tidak berhenti untuk mengacaukan hubungan an tara kedua pemuka Keraton tersebut. Ada saja masalah yang bisa ditimbulkan oleh VOC, salah satunya adalah masalah batasan wilayah, dengan masalah tersebut VOC seolah-olah berperan sebagai pihak pendamai, padahal VOC merupakan dalang dari semua masalah yang ada. Tampak bahwa kekuasaan politik Raja-raja Jawa sudah diambil oleh VOC. Bahkan pada masa selanjutnya, VOC mendapatkan kekuasaaan penuh. Kedaulatan Sunan di Surakarta sejak tahun 1749 boleh dikatakan sudah hilang. Pengaruh sistem administrasi kolonial Belanda semakin menguasai kehidupan politik Kasunanan Surakarta(Imam dkk,2010:17). Hampir seluruh wilayah Surakarta dan Yogyakarta di bangun benteng untuk mengawasi gerak gerik dari kedua belah pihak tersebut, sehingga seakan-akan kedua wilayah tersebut dikepung oleh VOC. Tindakan VOC tersebut dilatar belakangi karena kecemasan terhadap kemajuan wilayah Mataram Surakarta dan wilayah Mataram Yogyakarta. (Purwadi, 2003 : 20)
Namun ditengah pengaruh Belanda yang kuat tersebut, ada juga inisiatif beberapa pimpinan kerajaan Surakarta untuk menolak semakin besarnya pengaruh VOC di segala bidang. Termasuk seperti apa yang diterangkan diatas bahwa Amangkurat telah ada yang memakai pekaian ala eropa dalam melaksanakan tugas dinasnya.selain itu, pengaruh minum-minuman serta obat terlarang juga masuk. Disinilah keluar peraturan yang melarang para pimpinan kerajaan untuk menghisap opium serta minuman keras. Peraturan ini dikeluarkan oleh K.R.A. Sasranegara kepada R.T Mangkuyuda(Margana,2004:185).

Kamis, 10 Februari 2011

PASAR DI JAWA (MASA MATARAM)


Pasar dalam Zaman Mataram mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat. Pasar tidak hanya mempengaruhi dalam bidang ekonomi seperti yang lazim kita ketahui, tapi juga telah merasuk dan mempengaruhi bidang sosial masyarakat saat itu. Pasar merupakan kesatuan dari berbagai komponen hingga kesatuannya dapat diwujudkan dalam sati manifestasi yang mempengaruhi keseluruhan darinya. Misalanya dapat dikatakan dalam pasar terdapat hal penting seperti komoditi, transportasi, penentuan lokasi, bentuk fisik, transaksi dan sebagainya. Mereka menjadi satu kesatuan dalam pasar.
Seperti pada hukum ekonomi modern bahwa pasar haruslah ditempatkan pada tempat yang strategis, pasar di Jawa pada zaman Mataram juga menganut sistem seperti ini. Pada saat masa kerajaan dahulu, tempat yang paling strategis adalah tepi pantai. Namun karena ada beberapa daerah yang tidak memiliki tepi pantai, mereka juga biasanya menggunakan tepi sungai sebagai tempat dibangunnya pasar. Pada kenyataannya tidak hanya jalur sungai yang digunakan sebagai tempat berdirinya pasar. Jalur darat pun mulai populer di Jawa pada masa itu. Hal ini tak lepas dari pembabatan hutan yang digunakan sebagai jalan besar. Disini pasar dibangun di tepi jalan besar, tentu maksud dari sebuanya adalah memudahkan pembeli dalam melakukan transaksi baik di air maupun di darat.
Jika dilihat dari bentuk fisik, ada setidaknya dua bentuk pasar . Salah satu bentuk terdapat di lapangan terbuka dan ada pula pasar yang semi permanen atau sudah permanen. Pasar di lapangan terbuka bisa disebut pasar desa yang selalu ramai akan hiruk pikik warganya. Terkadang pada hari-hari tertentu pasar ini juga digunakan sebagai upacara-upacara seperti penetapan desa sima atau desa perdikan. Salah sati bentuk yang lainnya adalah pasar semi permanen dan permanen. Bangunan pasar ini sama seperti namanya yaitu bangunan pasar yang tetap. Tidak berpindah-pindah. Kelebihannya adalah pasar ini disebut sebagai pasar kota yang digunakan oleh kaum elit bangsawan dan kerajaan. Tampak disini seperti telah ada pemisahan secara tidak langsung oleh golongan elit yang membedakan jenis pasar yang digunakan.
Komoditi yang diperdagangkan dalam pasar beraneka ragam macamnya. Terdapat hasil bumu, hewan ternak, telur, ikan, dan hasul industri rumah tangga. Seperti pada hukum ekonomi modern yang membedakan kebutuhan kita akan barang, pada zaman Mataram juga telah ada pengelompokan yaitu jenis komoditi primer dan sekunder. Bidang primer tentu saja yang penting bagi masyarakat yang wajib pemenuhannya. Komiditi ini bisa meliputi antara lain seperti produksi pertanian, peternakan, dan perikanan. Sedangkan produksi sekunder adalah jika pemenuhannya tidak terpenuhi masih tidak apa-apa. Jenis komoditinya misalnya hasil-hasil kerajinan. Dari hal diatas maka dapat kita simpulkan telah ada usaha pada masa itu dalam mengubah sesuatu yang tidak ekonomis menjadi ekonomis. Terlihat misalnya batang pohon bisa dijadikan ukiran-ukiran indah setelah diproses.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa ada pembangunan jalan hingga nantinya tempat dari ujung jalan yang strategus dibuat pasar. Namun hal ini juga tidak hanya berlaku bagi penentuan lokasi pasar. Jalan juga digunaka sebagai transportasi untuk memobilisasi barang dari tempat satu ke tempat lainnya. Disini tentu diperlukan adanya pengamanan. Hal ini disebabkan banyaknya kawanan perampok yang berkeliaran pada zaman itu. Bahkan diterangkan dalam Sejarah Nasional Indonesia bahwa Kerajaan Mataram membuat satuan khusus setingkat polisi pada masa sekarang guna menjaga keamanan wilayah kerajaannya.
Alat angkut yang digunakan masih sangat tradisional pada masa itu. Yang penting bisa mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Akhirnya barang bawaan juga hanya sedikit bisa dibawa. Masalah kecepatan pengangkutan juga menjadi masalah tersendiri. Hal ini berkaitan dengan komoditas pertanian yang cepat busuk seperti lombok, tomat, dan lainnya. Alat yang digunakan bisa seperti pedati, keranjang, atau juga wakul yang bisa digendong sendiri. Tentu pada masa ini sangat tidak efisien alat angkut seperti ini. Namun jika kita membandingkannya dengan masa sekarang, masih juga ada alat angkut tadi yang digunakan seperti pedati, walau alat semacam ini sudah teramat jarang dan digantikan fungsinya dengan mobil. Sedangkan alat seperti keranjang yang ditempatkan di dua sisi sepeda masih sering kita temukan sampai sekarang.  
Cara transaksi pada masa itu adalah barter, namun ada juga yang telah mengenal alat tukar. Jika barter, nilainya bisa dikira-kira dengan apa yang kan ditukar, sedangkan jika menggunkan alat tukar akan sangat sulit menentukan nilainya. Oleh karena itu masa itu ditengarai menggunakan mata uang pisis sebagai alat tukar. Hal ini bisa dimengerti karena jika kita menggunakan alat tukar mata uang emas maka akan sulit. Tidak mungkin jika keperluan sehari-hari dihargai dengan emas.
Dari data prasasti dapat disimpulkan jika pada masa itu telah dikenal suatu konsep pemukiman yang berhubungan dengan adanya pasar. Pada hari-hari tertentu, pasar menjadi tempat transaksi utama. Sampai sekarang, hal ini masih terjadi. Semisal adanya pasar wage yang hanya menjuak kambing atau pasar legi yang hanya menjual sapi saja. Penamaan pasar tadi disebabkan hanya pada hari itu komoditas tersebut ramai diperjualbelikan. Ada juga konsep lain seperti yang kita kenal pasaran yang ada dua kali dalam sepasar.
Faktor produksi tidak bisa dilepaskan dengan faktor distribusi. Oleh karena itu tentu sangat diperlukan adanya transportasi yang bagus dalam menunjang distribusi. Jalur tranportasi tadi juga harus disesuaikan dengan lokasi pasar yang ada. Lokasi yang bagus tentu saja akan memudahkan banyak orang mencapainya dan pada akhirnya nanti jumlah transaksi akan banyak terjadi. Jumlah transaksi yang banyak akan menyebabkan banyaknya produksi seperti hukum penawaran dan permintaan dalam ekonomi. Hal seperti diatas lazim disebut dengan ritasi pasar.
Sebagai tempat keramaiaan dan tempat bertemunya masyarakat maka tentu tidak hanya aktifitas ekonomi yang terjadi dalam suatu pasar tersebut. Ada aktifitas sosial yang juga terjadi disana seperti tempat bertukar informasi, tempat komunikasi serta tempat hiburan. Disini telah mencitrakan bahwa pasar sangat erat hubungannya dengan masyarakat karena tidak hanya digunakan sebagai tempat niaga tapi juga aktifitas sosial masyarakat.
Adanya aktifitas menjajakan hiburan di pasar dapat diketahui dengan adanya para penyanyi, penari, pelawak dan sebagainya. Pada masa itu, hal seperti ini sedah menjadi hiburan yang sangat spesial bagi masyarakat kita. Namun sayangnya pada zaman sekarang hal seperti ini sudah terkikis dengan adanya hiburan modern. Mungkin hanya tinggal lawak dan tukang sulap yang masih ada, dan jika ada yang menghibur dengan nada maka dapat dikatakan bahwa mereka adalah pengamen.
Dalam meneliti kajian tentang pasar ini banyak dilakukan dengan studi etnoarkeologi. Artinya adalah membandingkan apa yang ada pada masa sekarang dengan apa yang terjadi pada masa lalu. Hal ini dikarenakan pada dasarnya pasar tidak jauh fungsinya dengan masa lalu, selain itu pasar sekarang adalah kelanjutan dari perkembangan pasar yang ada pada masa lampau. Pasar sampai sekarang juga biasanya digunakan sebagai tempat bernadar.
Dapat disimpulkan bahwa pasar pada masa itu telah mendukung wilayah Jawa yang mayoritas hidup dengan keadaan agraris. Telah ada keteraturan dan keamanan yang ada hingga pasar itu disebut layak pakai sebagai suatu pasar. Pasar juga tidak hanya digunakan sebagai tempat aktifitas politik tapi juga sebgai aktifitas sosial. Pasar pada zaman Mataran juga tidak jauh berbeda dengan pasar yang ada pada masa sekarang ini.