Total Tayangan Halaman

Rabu, 29 Desember 2010

Perlukah kandang TIMNAS dipindah?


Gelora Bung Karno sudah hampir 40 tahun dibuat pada masa Presiden yang namanya diabadikan sebagai nama stadion itu sendiri. Tepatnya pembangunan dimulai dari tahun 1960 dan selesai pada 1962 dengan biaya pinjaman lunak dari Uni Sovyet. Saat itu, hingga sekarang, stadion ini menjadi kebanggaan masyarakat kita. Berbagi even nasional dan internasional pernah diselenggarakan disana. Dalam hal bola, stadion ini pernah dipakai sebagai even liga nasional hingga sekelas final Piala Asia. Oleh karena itu stadion berkapasitas sekitar 88 ribu tempat duduk ini begitu dikeramatkan. Timnas bola kita pun menjadikannya sebagai stadion utama dalam melakukan berbagai aktifitasnya. Mulai dari latihan, seleksi hingga even pertandingan hampir semua dilakukan disini. Pendeknya stadion ini sudah menjadi rumah bagi timnas bola kita.
Namun apa yang terjadi atas pemberitaan berbagai media tentang kebijakan PSSI sungguh sangat membuat kita kecewa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa dalam gelaran piala AFF 2010 ini PSSI beserta panpel yang bertanggung jawab atas even ini menyatakan bahwa stadion hanya boleh diisi sekitar 70 ribu penonton, itu artinya tidak semua kursi di stadion akan dipenuhi. Mereka berkilah bahwa karena struktur bangunan GBK(Gelora Bung Karno) sudah terlalu tua untuk dipenuhi penonton. Bahkan pada saat pertandingan melawan Thailand mereka menyatakan penonton yang bersorak ketika BP(Bambang Pamungkas) mencetak gol membuat stadion serasa akan runtuh. Nyatanya pada pertandingan berikutnya malah jumlah penonton sekitar 90 ribu, padahal tiket yang dicetak hanya 84 ribu(Jawa Pos). Bahkan menurut beberapa pengakuan penonton, beberapa oknum sengaja menjual kembali tiket atau memasukan anggota keluarga mereka dengan gratis. Dari laporan Jawa Pos, hal ini dilakukan oleh anggota PSSI dan oknum polisi.
Pernyataan berbeda dilontarkan oleh beberapa arsitek stadion dari Rusia yang menyatakan bahwa mereka takjub akan perawatan stadion GBK saat studi banding ke China dan Indonesia.Seperti yang mereka nyatakan di okezone.com, bahkan stadion dapat bertahan hingga 50 tahun kemudian. Disinggung mengenai stadion yang bergertar saat penonton bersorak, pengurus stadion mengatakan bahwa itu memang dikarenakan konstruksi stadion yang elastis dan dirancang tahan terhadap gempa. Sungguh sangat lucu apabila pengurus bola dalam negeri kita sendiri tidak tahu apabila stadion dirancang sedemikian rupa hingga memang bergetar. Nyatanya pernyataan panpel toh hanya omong kosong karena penonton tetap membludak melebihi 70 ribu penonton yang dibatasi.
Bila memang stadion sudah tua dan harus dipindah?
Menurut penulis. Apabila memang benar konstruksi stadion sudah terlalu tua untuk menampung banyak penonton, harusnya mereka mulai berfikir untuk ‘mempensiunkan’ GBK. Tampaknya juga bukan masalah jika kandang timnas harus dipindahkan dari GBK. Salah satu dampak yang terburuk mungkin akan mengurangi aura pertandingan timnas karena GBK memang stadion legendaris yang membuat hati setiap insan bola bergetar jika bermain disana, kapasitasnya pun masih yang terbesar di Indonesia. Lepas dari itu, masih banyak stadion besar dengan tekhnologi yang tidak kalah dengan GBK. Kita lihat saja Gelora bung Tomo di Surabaya, Gelora Sriwijaya di Palembang, Stadion Palaran di Samarinda, atau Sempaja di Tenggarong, semuanya berkapasitas besar dan mempunyai fitur yang tidak kalah dengan GBK. Bahkan rencananya di Riau dan Bandung akan dibangun stadion  paling modern di Indonesia. Tentu saja ini bisa dijadikan alternatif jika ada yang menyatakan usia GBK sudah tua.
Perpindahan kandang Timnas memang perlu dipikirkan dengan matang, hal in tidak saja menyangkut tentang kelebihan dan kekurangan stadion. Seperti yang kita ketahui bahwa fanatisme suporter di Indonesia sangatlah besar. Namun tidak semua daerah yang memiliki rasa gila bola yang amat tinggi hingga mau meluangkan waktunya ke stadion secara langsung. Perihal tentang suporter yang akan mendukung timnas nantinya juga bisa dijadikan pertimbangan selain insfatruktur dan lokasi yang strategis dan mendukung. Tidak mungkin apabila stadion jadi pindah maka akan dipindah ke daerah yang tidak memiliki fanatisme tinggi terhadap bola dan pada akhirnya akan sulit untuk mendukung timnas.
Kita sudah melihat bahwa di Jakarta fanatismenya sangat tinggi, hal ini bisa dikarenakan penduduk Jakarta yang terdiri dari masyarakat yang hetrogen dan sangat gila bola. Faktor lain adalah adanya kelompok superter yang tingkat fanatismenya tinggi yaitu The Jak. Tentu keadaan seperti ini sangat berpengaruh terhadap dukungan yang ditujukan ke Timnas. Seperti yang kita ketahui bahwa tiap ada even besar, GBK tidak pernah sepi dari penonton yang mendukung timnas walau kebanyakan dari mereka pulang dengan kecewa karena performa timnas yang angin-anginan. Namun karena kompleksnya masalah di Jakarta(diluar pihak yang menyatakan usia GBK sudah terlalu tua) seperti kemacetan, banjir dan sebagainya, memang perlu dipikirkan lagi tempat lain untuk dijadikan home Timnas. Nantinya juga diharapkan dengan dipindahnya kandang Timnas, akan memberi rasa adil kepada suporter lain yang jauh dari Jakarta untuk mendukung Timnas.
Dalam hal suporter ini, disini saya merekomendasikan tempat-tempat yang sudah memiliki stadion Internasional dengan tingkat fanatisme suporter yang tinggi. Tempat-tempat itu adalah, Surabaya dan Bandung. Selain itu juga ada Palembang sebagai pilihan lain karena melihat tingkat gila bola masyarakatnya masih rendah apabila dilihat dari minimnya suporter yang mendukung tim lokal. Jika Surabaya, stadion yang dibangun di kota yang juga padat ini berbeda dengan Jakarta karena dipilihkan tempat yang ‘sepi’ dari penduduk kota. Suporternya juga sudah kita kenal dengan akronim bonek yang tingkat gila bolanya sangat tinggi walau kadang bikin rusuh. Selain itu, jika Bandung, kita telah mengenal Viking yang merupakan anggota dari Bobotoh dan memiliki rasa gila bola tinggi. Bahkan dalam tahun kemarin, suporter Persib Bandung ini menjadi penonton kedua terbanyak dalam memberi dukungan terhadap Timnas.
Tempat lain yang perlu diperhatikan dalam rangka pemindahan kandang timnas adalah Malang. Kita tidak perlu lagi menanyakan seberapa fanatiknya suporter ini terhadap bola. Perbainan bola sepak disana sudah dianggap seperti agama kedua bagi masyarakatnya. Kita juga tentu masih ingat ketika sekitar 40 ribu masyarakat malang menonton tim kesayangan mereka hingga Jakarta untuk medukung klub malang bernama Arema. Selain itu dalam gelaran piala AFF 2010 ini, beberapa dari mereka rela mendirikan tenda  untuk membeli tiket guna mendukung timnas kita. Tampaknya tidak ada tempat lain yang aura bolanya sangat besar di seperti di Malang. Merekapun mendapatkan anugrah suporter terbanyak di Indonesia yang mendukung langsung tim bola mereka di stadion. Sayangnya satu yang kurang dari Malang adalah tidak memiliki stadion standart internasional seperti di kota-kota lain yang disebutkan tadi. Memang ada stadion Kanjuruhan, namun tampaknya stadion ini juga masih kurang layak jika digunakan untuk kandang Timnas. Tampaknya pembangunan stadion yang representatif disini sangatlah perlu karena melihat tingginya animo bolanya.
Berdasarkan pemaparan diatas, pernyataan bahwa usia GBK sudah tua agaknya memang tidak terlalu relevan digunakan sebagai alasan untuk pemindahan kandang Timnas. Penulis melihat banyak pula stadion di luar Indinesia yang mempunyai konstruksi yang sudah tua. Kita bisa melihat stadion seperti Maracana di Brasil, Old Traffod di Inggris, atau Delle Alpi di Italia. Semua stadion itu mempunyai konstruksi dasar yang cukup tua namun ternyata masih digunakan untuk menonton bola dan tidak ada batasan berapa penonton yang boleh masuk ke stadion. Tampaknya alasan seperti macet, rawan kerusuhan dan berbagai masalah sosial di Jakarta lebih cocok dijadikan alasan bila kandang Timnas memang akan dipindahkan. Namun pada masa seperti ini, tampaknya pemindahan masih tidak perlu dilakukan. Terlepas dari itu, jika memang ada pembatasan penonton di GBK, hendaknya diadakan renovasi terhadap kapasitas penonton. Pengalokasian tiket juga harus profesional untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Toh kita sudah melihat bahwa sepakbola adalah alat pemersatu bangsa dan memperkuat nasionalisme. Jadi tidak ada ruginya mendirikan fasilitas tingkat dunia untuk timnas kita.

Guru robot di Indonesia, perlukah?

Seorang guru tidak hanya diwajibkan untuk membuat anak didiknya pintar atau hanya menguasai akademis saja. Disini, konsep tentang penanaman nilai dan moral sangatlah penting. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan jika seorang gurunya dapat memberi contoh kebaikan dalam hidupnya kepada muridnya. Seperti pepatah Jawa, guru iku digugu lan ditiru.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perkembangan tekhnologi yang maju dengan pesat seperti sekarang ini kadang membuat kita berpikir nyaris tidak ada yang tidak mungkin. Manusia telah berhasil menciptakan teknologi seperti televisi 3 dimensi, membuat rancang bangunan yang megah, jembatan terpanjang yang sebelumnya hal-hal seperti ini tidak pernah kita pikirkan. Di negara dengan tekhnologi di atas rata-rata seperti Jepang, Korea, dan China bahkan telah menginjak aspek pengembangan robot untuk mempermudah kerja manusia nantinya.
Dalam berita terakhir seperti yang dikutip penulis dari Jawa  Pos edisi 29 Desember 2010 menyatakan bahwa di Korea Selatan, tepatnya di kota Daegu telah menggunakan jasa pengajar robot. Robot itu difungsikan untuk mengajar sekitar 21 sekolah dasar dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Pemerintah setempat sendiri mendatangkan 29 robot dengan biaya tiap robotnya berkisar antara 50-100 juta rupiah. Pengembangan robot yang berbentuk bulat telur dengan layar diatasnya dan mempunyai tinggi 1 meter ini dilaksanakan oleh The Korea of Science and Technology(KIST). Robot ini dapat membaca, berbicara, dan menari untuk keperluan pengajaran.
Display layar yang berada di atas robot ini menampilkan wajah seorang guru dari Filipina. Mereka membuat sensor agar robot dapat membaca dan menampilkan ekspresi guru tersebut dalam layar. Guru Filipina dipilih karena biaya mereka lebih murah dibandingkan dengan guru dari negara lain. Beberapa siswa yang ditanyai mengenai kinerja guru ini mengaku bahwa dengan adanya guru robot, mereka lebih tertarik untuk fokus ke pelajaran. Mereka juga tidak perlu merasakan nervous  saat mendengarkan pelajaran atau ditanyai guru tersebut. Namun pada dasarnya, dinas pendidikan setempat tidak berniat menggantikan guru robot dengan guru manusia meski guru robot juga menarik perhatian beberapa kaum dewasa untuk membelinya.
Fenomena tentang guru robot memang bukan yang pertama kali terdengar di dunia ini. Di Jepang bahkan sosok guru robot bisa menyerupai manusia sesungguhnya. Namun apakah guru robot ini memang relevan digunakan untuk mengajar siswa?. Tampaknya kita perlu berpikir ulang tentang ini. Secara sepintas memang guru robot mempunyai sedikit resiko dibandingkan dengan guru konvensional. Mereka tidak akan menuntut kenaikan gaji dan tunjangan atau melakukan demonstrasi jika aspirasinya tidak tercapai. Walau begitu, kita harus berpikir ulang jika meletakan dasar konsep tentang pemberian tugas peletakan nilai dan moral pada siswa. Guru robot tentu tidak bisa diprogram sekompleks mungkin menyerupai manusia hingga bisa mengajar nilai dan moral kepada siswa.
Jauh berpikir tentang kebutuhan bangsa kita, penulis menyatakan bahwa guru robot tidak perlu dipakai di negara kita. Penggunaan guru robot di Indonesia hanya akan menimbulkan masalah sosial baru yaitu meningkatnya pengangguran bagi profesi guru yang sebelumnya dipengang guru manusia. Selain itu, bangsa kita yang sedang krisis jati diri, moral serta nilai ini tidak bisa mendapatkan hal-hal kompleks mengenai berbagai kebaikan yang hanya dipunyai manusia jika memakai guru robot. Tugas seorang guru manusia juga bukan hanya membuat manusia pandai dengan apa yang dia ajarkan tetapi juga haruslah dapat mengubah perilaku manusia. Mengubah dari yang tidak beradap menjadi beradap. Robot hanyalah hasil dari peradaban manusia, lalu apakah mungkin bila hasil dari ciptaan manusia dibuat untuk mencetak manusia dengan peradaban yang lebih maju? 

Senin, 13 Desember 2010

Perekrutan CPNS : Hak orang berkompeten atau yang punya duit?

Aku benar2 merah marah ketika ada temanku mangatakan jadi PNS itu hanya nasib serta uang tanpa usaha besar, terlepas aku menyadari kawanku ada benarnya. Entah aku harus kecewa dengan siapa kali ini. Namun aku mulai muak dengan apa yang terjadi sekarang. Seorang yang berusaha untuk mendapatkan keadilan dan dia memiliki potensi untuk itu malah tersingkir secara kejam. Namun  sekarang tidak seorangpun yang bisa merubah itu.

Birokrasi negara ini sedang dalam masa yang mencemaskan. Hampir semua bidang ada kecurangan-kecurangan yang terjadi. Mulai dari membuat KTP hingga mendapatkan jabatan yang prestise selalu saja ada cara-cara kotor yang dihalalkan untuk mempermudah berbagai urusan. Kita selalu bangga dengan demokrasi kita, yang sangat populer dengan demokrasi Pancasila. Namun kita tidak sadar bahwa banyak pihak yang menciderai demokrasi itu sendiri. Lalu apa bedanya dengan sistem feodal?apa pemilik harta dan kekayaan selalu menjadi pemenang dia akhir cerita?apa yang kaya tetap kaya?apa yang miskin tetap miskin?
Dalam apa yang ditulis kali ini saya akan membahas tentang perekrutan PNS(pegawai negeri sipil). Sebuah jabatan yang menjadi hal paling favorit untuk didapatkan masyarakat Indonesia. Kita tentu mengetahui bahwa hampir tiap tahun ada perekrutan PNS  dan selalu slogannya menarik hati para masyarakat dari golongan bawah untuk merubah nasib dan peruntungannya. Benar, slogan yang diusung selalu saja seperti terdapat kejujuran, keadilan, transparan dan yang mampu bersaing secara bersih akan menjadi abdi negara.
Dalam kenyataaannya,bisa  180’ terbalik dengan apa yang digembar-gemborkan. Kita tentu tahu berbagai macam modus yang melegalkan praktek percaloan. Asal kenal dengan pejabat yang berkaitan serta mempunyai cukup dana bisa masuk. Saya tidak munafik dengan apa yang terjadi, maka saya contohkan saudara sepupu  saya sendiri. Dia seorang perawat. Ketika ditanyai bapak saya, tentu dia tidak mengaku , tapi setelah didesak cukup lama, akhirnya paklik(paman, bapak dari saudara saya)saya mengaku juga bahwa dia menyogok oknum yang bisa memuluskan jalan guna masuk menjadi PNS.
Di contoh lainnya saya contohkan anak dari Carik desa saya. Dia adalah bidan, sekarang sudah menjadi PNS. Namun nyaris tidak ada seorangpun di desa saya yang tidak mengetahui bahwa pak carik menggunakan uang untuk memuluskan jalan anakanya menjadi PNS. Cerita seperti ini selalu saya dengar dari masyarakat tiap perekrutan PNS(dan berbagai perekrutan lainnya semisal TNI dan Polri) dari masyarakat. Negara ini negara hukum, maka orang kecil tidak bisa bertindak  jika tidak mempunyai bukti cukup. Bahkan orang akan dikira hanya asal ngomong dan bisa-bisa malah dijebloskan ke penjara karena merupakan pencemaran nama baik.
Terakhir saya baca koran Jawa Pos dan Surya, serta beberapa sumber warta internet lainnya[1]. Di koran Jawa Pos bagian Nusantara diberitakan bahwa ratusan calo CPNS ditangkap kepolisian(saya lupa tanggal terbitnya). Sedangkan di Surya(12, des 2010) dikatakan bahwa calo PNS bermain dengan modus baru. Modus itu berupa perjokian yang  dilakukan sedemikian rupa hingga yang mengerjakan bukan asli yang ikut tes PNS. Penangkapan calo CPNS tentu sedikit banyak membuat hati kita senang, namun ingat, itu belum semua yang ditangkap. Melihat banyaknya calo yang ditangkap, dapat disimpulkan bahwa memang ada oknum yang sengaja akan bermain dalam perekrutan CPNS walau pada kenyataannya memang sudah ada langkah penanggulangan dari yang berwajib.
Dari kenyataan yang terjadi sampai saat ini, tampaknya masih sangat sulit untuk membasmi semua kecurangan yang ada. Masih ada saja praktek Kolusi guna memuluskan langkah menuju jabatan PNS. Sebenarnya masih banyak contoh kecurangan-kecurangan yang terjadi baik yang saya dengar langsung ataupun dari berbagai media massa namun kiranya pembaca sudah saya anggap mengerti dengan penjelasan saya sebelumnnya.
Saya merasa bahwa penyebab utama Indonesia tidak mempunyai daya saing di berbagai sektor adalah dikarenakan hal-hal yang seperti ini. Kita bisa membayangkan jika orang-orang yang berkompeten dan memiliki kemampuan kalah dengan orang-orang pengecut yang hanya mengandalkan hartanya. Kemudian saya berfikir, untuk apa kuliah susah-susah, untuk apa belajar, untuk apa mengerjakan tugas hingga peluh keringat membasahi jikalau hasilnya tidak dianggap oleh orang atas yang lebih memprioritaskan orang yang belum tentu berkompeten namun mempunyai uang. Hasil nyatanya adalah pegawai Indonesia yang tidak punya daya saing yang hanya berhasrat mengembalikan modal dari yang telah dia gunakan untuk uang suap saat dia masuk PNS dulu. Lebih jauh tentu pejabat-pejabat negara Korup yang menguasai negara kita tercinta. Pejabat-pejabat yang pantas direvolusi dengan tajamnya pisau Guillotine seperti Louis ke 16 di Prancis dulu.
Dari semua penjelasan yang diterima, di beberapa daerah dikabarkan sudah mereformasi perekrutan PNS. Pakdhe Karwo, Gubernur Jatim, mengatakan akan menindak tegas para pejabat yang berani main-main dalam perekrutan PNS di Jatim. Hal ini didasari adanya laporan seorang calo yang mengaku berhasil meloloskan puluhan orang dalam suatu perekrutan. Selain itu, ada penindakan lain seperti pembuatan tim khusus seperti perekrutan di wilayah Sumut serta penindakan kecurangan di Kotamobagu Sulut. Tentu hal ini merupakan suatu titik cerah bagi kemajuan bangsa ini, walaupun hanya titik kalau saya melihatnya.
Terlepas dari kontrofeversi yang ada, saya atau semua pembaca yang sepaham dengan saya tentunya berharap hukum benar-benar ditegakkan dalam negara ini. Jangan sampai hukum hanya dijadikan bingkai yang memajang keadilan sedang disisi lain hanya menguntungkan kaum atas yang berduit. Sudah saatnya hukum tidak pandang bulu. Negara ini harus adil, jujur, bersih, transparan dan menghargai jerih payah anak bangsa yang benar-benar serius untuk memajukan negara Indonesia tentunya. Merdeka(dalam arti sesungguhnya) bagu rakyat Indonesia.