Total Tayangan Halaman

Senin, 29 November 2010

Hak dan Kewajiban Warga Negara Terhadap Cagar Budaya (Berdasar UU RI Nomor 5 Tahun 1992)


Benda cagar budaya sebagaimana artinya telah dijelaskan oleh undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992 yaitu benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok,atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya,yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun,atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun,serta dianggap mempunyai nialai penting bagi sejarah,ilmu pengetahuan,dan kebudayaan.
Benda cagar budaya ini tersimpan dalam suatu lokasi yang dinamakan situs dan mempunyai artian sebagai lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.
Dari penjelasan diatas tentu ada tujuan pokok bagi pengamanan cagar budaya beserta situsnya,yaitu sebagai pemanfaatan dan pelestarian guna memajukan kebudayaan nasional Indonesia.Sehingga jelas ada kewajiban beserta hak yang dimiliki warga negara Indonesia terhadap cagar budaya itu.
A. Kewajiban Warga Negara Terhadap Benda Cagar Budaya
Disini saya akan mamaparkan beberapa kewajiban yang harus dijalankan warga negara berdasar Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tentang cagar budaya
1. Ikut melestarikan/melindungi cagar budaya : Hal ini guna mengamankan benda cagar budaya yang karena nilai dan jenisnya serta demi kepentingan sejarah,ilmu pengetahuan,dan kebudayaan perlu dilestarikan.
2. Wajib menjaga status sosial dan tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang : Benda yang diturunkan dari keluarga atau berupa warisan boleh dimiliki asal fungsi sosial dari benda cagar budaya itu tidak menjadi hilang,selain itu juga harus tunduk kepada undang-undang yang ada.
3. Wajib melapor jika benda cagar budayanya hilang/rusak : Benda cagar budaya yang diturunkan temurun dari keluarganya boleh dimiliki,tetapi bila ada kehilangan atau kerusakan pada benda itu,si pemilik diwajibkan melapor setidak-tidaknya 14 hari setelah peristiwa.
4. Hanya dapat mengalih pemilikan benda cagar budaya kepada negara : Jika ada pengalihan kepemilikan terhadap benda cagar budaya warisan atau turun-temurun hanya boleh dialihkan atas nama negara.
5. Wajib mendaftarkan pemilikan,pengalihan hak,pemindahan tempat cagar budaya : Jika ada yang mengakui bahwa cagar budaya itu pemilikan keluarganya atau warisan budaya dari leluhurnya yang masih harus dia jalankan atau teruskan fungsi sosialnya maka wajib mendaftarkan banda cagar budaya itu kepada pemerintah.Begitu juga jika ada pengalihan pemilikan,dan pemindahan tempat benda cagar budaya itu sehingga tidak lagi pada konteksnya,maka juga harus mendaftar dengan ketentuan undang-undang yang berlaku
6. Wajib melapor jika ada penemuan yang diduga benda cagar budaya atau benda barharga yang kepemilikannya tidak diketahui : Jika ada orang menemukan benda yang diduga cagar budaya atau benda berharga yang pemiliknya tidak dia ketahui maka orang itu wajib melapor setidak-tidaknya 14 hari setelah adanya penemuan itu.Benda itu akan dilindungi dan diteliti.Jika benda itu bukan cagar budaya meka benda itu akan dilembalikan,tetapi jika banda itu merupakan benda cagar budaya maka benda itu dikuasai negara dan si penemu mendapat imbalan yang sewajarnya.
7. Wajib meminta izin jika akan mengadakan penggalian,penyelaman,pengangkatan atau dengan cara lainnya untuk menemukan cagar budaya : Jika ada keperluan penelitian cagar budaya yang memerlukan penggalian,penyelaman atau dengan cara lainnya maka harus meminta izin kepada pemerintah.Kegiatan penggalian dengan maksud apapun tanpa seizin pemerintah tidak dibenarkan.
8. Wajib izin apabila akan :
i) membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia
ii) memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu kedaerah lainnya
iii) mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagaian maupun seluruhnya kecuali dalam keadaan darurat
iv) mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya
v) memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya
vi) memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya.

Dapat kita simpulkan bahwa pelestarian dan penjagaan cagar budaya ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan bangsa kita.Jadi sudah seharusnya menjaga cagar budaya menjadi kesadaran dan bukan karena takut akan hukum yang berlaku.Setidaknya kita bisa melaksanakan kewakiban kita sebagaimana yang telah ditulis diatas.

Hak Warga Negara Terhadap Benda Cagar Budaya
Selain menjalankan kewajiban kita tentunya juga mempunyai hak yang kita miliki.Saya akan mengutarakan beberapa hak kita terhadap benda cagar budaya.
• Memiliki dan mempertahankan fungsi sosial dari benda cagar budaya : Hal ini terutama pada benda warisan yang diturunkan kepada anak cucunya guna mempertahankan budayanya.Hal ini diperbolehkan asal benda tadi didaftarkan,harus dipertahankan fungsi sosialnya serta bendanya tidak langka.
• Memiliki warisan budaya dari benda cagar budaya : Benda cagar budaya hendaknya dilestarikan.Walaupun kepemilikannya oleh negara tetapi kita berhak memiliki warisan budaya yang terkandung di dalamnya karena telah diturunkan oleh pendahulu dan pembangun budaya kita sekarang.
• Memanfaatkan tempat wisata cagar budaya : kita berhak memanfaatkan sekitar tempat wisata cagar budaya guna menjalankan perekonomian masyarakat sekitar tempat wisata cagar budaya itu tadi.
• Mendapat imbalan yang wajar atas benda temuan cagar budaya : Jika kita menemukan benda cagar budaya,kita menyerahkan benda itu kepada negara maka kita juga berhak atas imbalan dari apa yang kita temukan tadi.
• Memanfaatkan benda cagar budaya sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan : hal ini tedak diperuntukan hanya bagi kaum akademik tetapi bagi semua warag yang ingin mendapatkan informasi yang terkandung didalam cagar budaya itu maka dia juga berhak atas ilmu pengetahuan atau budaya yang terkandung didalam benda tadi

Dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa hukum yang terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang cagar budaya sangat penting guna mengatur kelanjutan cagar budaya yang dimiliki bangsa ini.Ternyata kita tidak hanya mempunyai kewajiban untuk turut serta menjaga benda cagar budaya tetapi juga mempunyai hak untuk memanfaatkannya dengan seizin dari pemerintah melalui undang-undang tersebut tentunya.Negeri Indonesia sangat kaya akan benda cagar budaya yang sangat penting,hal ini juga mendapat ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.Oleh kerena itu undang-undang ini juga mengatur sanksi tentang semua hal yang bersifat buruk bagi kelangsungan cagar budaya.Semua ini tentu saja guna melestarikan budaya luhur bangsa kita

Minggu, 28 November 2010

Perkembangan Agama di India

Perkembangan Agama Sebelum Islam Masuk di India
‘’Berbeda dgn Islamisasi total Persia, Mesir, Mesopotamia (Irak), Turki, Afrika Utara, Islamisasi India tidak tuntas. Setelah lebih dari 1000 tahun tirani Muslim, dari 715 - 1761, lebih dari 70% rakyat India tetap Hindu’’ (http://www.historyofjihad.org/india.html). Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan ksatria Hindu yang berpegang teguh pada ajaran agamanya daripada agama yang baru datang kemudian yaitu Islam.
Memang sebelum agama Islam masuk ke India sekitar abad ke 8 atau tepatnya tahun 712 semenjak serangan pertama Muhammad ibn Kasim, di India sendiri telah berkembang ajaran agama lainnya. Agama itu adalah agama Hindu dan agama Budha. Kedua agama ini termasuk agama tua terbesar di dunia. Selain itu, India sendiri dianggap sebagai cikal bakal munculnya agama Hindu dan Budha. Disini akan penulis ulas lagi sedikit tentang sejarah agama Hindu dan Budha ini untuk mengantarkan ke bahasan masuknya Islam di India.
Perkembangan agama Hindu
Sebagai dampak dari masuknya bangsa Arya pada sekitar abad 2500 SM yang mendesak bangsa Dravida untuk hijrah Ke Dekkan, maka Bangsa ini mengembangkan agama baru sebagai perkembangan agama sebelumnya. Agama sebelumnya dari bangsa Arya terdiri atas penyembahan terhadap dewa-dewa seperti penyambahan terhadap Dewa Cahaya atau Dewa Angkasa yang dianggap mereka berdiam di kayangan. Sedangkan Dewa Zeus atau Dewa Yupitar dari bangsa Yunani yang disebut sebagai Dyauspitar dianggap sebagai bapak langit. Kedudukan Dewa Dyauspitar kemudian tergeser oleh Dewa Langit lain yang bernama Varuna, yaitu Dewa pembuka cahaya dan penguasa alam semesta (Abu Su’ud,50:1988).
Dari adanya dewa-dewa tersebut maka mereka berusaha menyatukannya dengan dewa-dewa dari bangsa Dravida hingga lahirlah agama Hindu. Dalam perkembanggannya agama ini terdiri dari empat fase yaitu Jaman Weda, jaman Brahmana, dan jaman Upanisad. Jaman Weda diduga sudah ada sejak kebudayaan Mohenjodaro dan Harrapa. Indikator dari dugaan ini adalah ditemukannya patung

Fase Weda ini telah dimulai sejak terdesaknya bangsa Dravida yang lari ke Asia Selatan tepatnya di dataran tinggi Dekkan oleh bangsa Arya yang mulai memasuki India pada sekitar 2500-1500 SM[1]. Sejak saat itu pula dikenal sistem kasta. Sistem ini juga menjadi inti dari ajaran Hindu itu sendiri. Sistem kasta itu terdiri dari Ksatria[2], Brahmana, Waisya serta Sudra. Ada satu lagi kasta yang dianggap paling buruk adalah kasta Paria. Kasta ini ada untuk orang-orang yang dikeluarkan dari kasta karena membuat kesalahan fatal dalam kastanya. Mereka hanya bisa kembali memasuki kasta setelah melakukan upacara Vradyastoma.
Fase selanjutnya adalah fase Brahmana. Tanda paling penting bagi fase ini adalah disusunnya tata cara keagamaan dalam kitab suci agama Hindu yaitu Weda. Kitab ini selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian yaitu Reg Weda, Yajur Weda, Samma Wedda serta Atharwa Weda. Reg Weda merupakan bentuk yang paling tua, yang terdiri dari 1028 lagu pujaan,dan sekarang terbagi dalam sepuluh buku (Abu Su’ud,46:1988). Pada masa ini juga menandai menyebarnya orang Arya ke arah Timur. Hal ini menandakan bahwa Arya berusaha memperluas hegemoninya sebagai bangsa pendatang yang berhasil mengalahkan bangsa sebelumnya yaitu Dravida.
Zaman Brahmana dibagi lagi menjadi tiga zaman yaitu :
1.      Zaman kejayaan Hindu
2.      Zaman kemunduran Hindu
3.      Zaman kebangkitan Hindu
Fase selanjutnya adalah Upanisad. Pada fase ini mulai dikembangkan pemikiran-pemikiran tentang filsafat Hindu. Banyak orang yang berfilsafat terhadap ajaran weda yang disusun pada fase sebelumnya. Tata cara beragama pada fase ini juga mengalami perubahan dari fase Brahmana. Tata cara tidak hanya dipentingkan untuk melakukan berbagai upacara agama yang terkadang banyak memberi sesaji yang berlebihan namun juga mulai adanya pikiran-pikiran tentang alam lain yang mereka percayai.
Dari fase-fase diatas dapat diketahui bagaimana perkembangan agama Hindu di india memiliki dinamika yang panjang. Agama Hindu sebagai agama tertua dan terbesar di India telah masuk dalam kultur masyaraktnya sehingga sulit diubah oleh kepercayaan agama lain. Bahkan ketika Islam[3] menancapkan kebesarannya di wilayah ini selama berabad-abad namun masyarakat India tetap memilih agama Hindu sebagai agama utama mereka.
Perkembangan Agama Budha di India
Agama Budha yang muncul di India dibawa oleh Sidharta Gautama. Banyak orang yaang menyalah tafsirkan tentang lahirnya agama Budha ini. Mereka beranggapan bahwa agama ini lahir di China/Tiongkok. Padahal jika kita menilik sejarahnya, China malah terkena pengaruh agama ini dari India. Tentu tempat-tempat penting dalam hidup Sidharta Gautama yang membawa agama Budha inilah yang menguatkan bahwa agama Budha berasal dari India.

 Sidharta Gautama lahir di Taman Lumbini. Dia adalah putra dari Raja Sudhodhana dan ratu Maya yang merupakan keturunan dari suku Sakya yang berasal dari pengunungan Himalaya. Disini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Sidharta adalah bukan orang biasa karena dia adalah putra seorang raja, dengan kata lain Sidharta adalah Pangeran pewaris tahta kerajaan. Hidup dari Sidharta dikesankan terkurung dalam kerajaan. Mungkin hal ini pulalah yang akhirnya melatar belakangi perjalanannya mencari pencerahan agung
Terdapat fase-fase dalam perjalanan Sidharta yang mencari pencerahan tersebut yaitu :
1.      Kemewahan yang dia dapatkan sebagai putra raja
2.      Melihat empat peristiwa
3.      Sidharta meninggalkan istana
4.      Mencapaipencerahanagung                                                             

 Ketika mendapatkan pencerahan agung itu, Sidharta sedang berada di pohon Bodhi. Selanjutnya pohon ini dianggap istimewa oleh penganut Budha. Setelah mendapatkan pencerahan itu Sidharta mendarmakan ajarannya di Benares, selanjutnya kota ini dijadikan kota suci agama Budha.Sidharta terus melanjutkan penyebaran agamanya sampai di India Utara.
Pada usia 80, Sang Budha meninggal dunia dan dikremasi. Kemudian abunya dibagi menjadi delapan bagian yang selanjutnya ditaruh di stupa besar sebagi penghormatan kepada Sang Budha. Perkembangan selanjutnya setelah Budha mangkat yaitu diteruskan oleh pemerintahan Raja Asoka. Pada saat itu adalah masa dimana agama Budha mengalami puncak kejayaannya. Raja Asoka sendiri berasal dari Dinasti Mauriya. Pada saat itu raja menetapkan bahwa agama Budha adalah agama negara dan mengeluarkan titahnya agar agama tersebut didhamakan atau disebarluaskan hingga ke pelosok negeri, bahkan jika bisa sampai ke luar dari wilayah raja Asoka. Kemajuan lainnya dalam pengambangan agama Budha adalah didirikannya banyak stupa yang ditujukan untuk menghormati sang Budha.
Kita dapat melihat sejarah perkembangan agama Budha di India Sebagai agama tertua kedua setelah agama Hindu sangatlah unik. Bahkan ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa agama Budha lahir sebagai protes akan adanya sistem kasta yang diskriminasi. Patut diketahui bahwa agam Budha tidak mengenal sistem kasta dalam ajaran agamanya. Selain itu agama Budha  di India juga telah melakukan hubungan denga luar negeri. Bahkan dalam sejarah, terdapat pertukaran pelajar antara pelajar Budha di Nalanda dengan pelajar Budha di Sriwijaya. Dapat disimpulkan bahwa agama Budha telah berkembang pesat di India pada masa tersebut.

 Masuk dan perkembangan Islam di India
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa agama Islam bukanlah agama pertama yang datang di India. Selain itu ada perbedaan mendasar dalam perkembangan agama ini yaitu jika agama sebelumnya yaitu Budha dan Hindu masing-masing asli berasal dari India sedangkan Islam yang lahir di Arab dibawa oleh pasukan yang menyerbu India.
Dalam sejarah Islam sendiri, setalah wafatnya Nabi Muhammad yang berhasil mengalahkan kaum kafir dengan gemilang, khalifah yang memimpin perjuangan agama ini selanjutnya tampaknya telah berhasil menyebarluaskan Islam ke berbagai daerah yang sangat luas. Di Asia mereka berhasil menguasai wilayah Palestina, Syiria, Iran,Irak. Di Afrika Islam berhasil mencapai Mesir dan sebagaiaan besar wilayah Afrika Utara. Lebih jauh lagi, di Eropa Islam menyebar ke Spanyol walau kemudian pengaruhnya sangatlah kecil.
Pada 75 H pengaruh Islam telah Sampai di timur, tepatnya di wilayah yang berbatasan dengan India dan China. Sayangnya Umayah kurang memperhatikan wilayah sebelah timur karena dianggap kurang penting serta lebih berfokus ke wilayah Asia Tengah, Afrika Utara sampai Spanyol. Namun tampaknya hal ini dipandang berbeda oleh pemimpin Islam di Persia. Khalifah yang menguasai Iran dan berdiam di Bagdad menyerahkan pemerintahan daerah-daerah di sebelah timur itu kepada emir-emirnya[4](Mulia,1951:38).
Salah satu dari emir itu diperintahkan oleh Khalifah Walid II uantuk memerangi wilayah India yang pada saat itu disebutnya sebagai wilayah Sindh[5]. Emir itu tak lain adalah Muhammad bin Qosim yang menurut Ajid Thohir mengadakan penyerangan pertama pada 711 M. Hal ini berbeda dari pendapat Mulia yang mengatakan bahwa Qosim melakukan penyerangannya pada tahun 712 M. Penyerangan ini mendapatkan kemenangan yang gemilang. Daerah ini berhasil dikuasai selama tiga tahun. Namun seperti yang telah diberitahukan sebelumnya bahwa kaum petinggi muslim saat itu belum terlalu tertarik oleh daerah ini maka sebagaimanapun hebatnya perjuangan Muhammad Qosim yang berhasil merebut wilayah ini terasa sia-sia. Walaupun begitu,  serangan pertama ini adalah jalan bagi masuknya Islam yang pertama ke India. Itulah permulaan pengaruh bangsa Arab di India(Mulia,1951:38).
Dari sumber internet http://www.historyofjihad.org/india.html menyebutkan bahwa penyerangan pertama ini penuh dengan kekejaman. Diceritakan bahwa Muhammad Qosim menculik dua puteri Raja Dabir untuk diserahkan ke pimpinannya di Bagdad. Putri ini akan digunakan untuk koleksi Raja. Namun putri itu tidak tinggal diam, mereka mencari cara agar bisa membalas perbuatan Qasim. Akhirnya mereka merobek keperawanan mereka dan mengatakan pada sang Kalif di Bagdad bahwa mereka telah diperkosa Qosim. Sang Kalif yang mendengar hal tersebut langsung memanggil Muhammad Qosim, beliau tampaknya amat murka. Qosim disekap dalam sebuah peti kayu bulat yg ditancapi dgn paku didalamnya dan peti kayu itu digulingkan dari bukit. Demikianlah kematian mengenaskan salah satu pembawa pengaruh pertama Muslim India.
Dari cerita pengaruh pertama yang masuk ke India ini ada cerita yang menarik. Dalam lain sumber disebutkan bahwa pengaruh Islam yang pertama bukanlah berasal dari penyerangan Muhammad Qosim namun dibawa oleh Iskandar Zulkarnain. Dalam Al-Quran Surat al-Kahfi ayat 83-101 menerangkan bahwa ada utusan Allah yang diperintahkan untuk melakukan perjalanan dari wilayah barat hingga bagian timur dunia kemudian menyiksa suatu kaum (kafir) atau dengan pilihan lain adalah memberi kebaikan pada mereka, utusan itu disebut adalah Zulkarnain (tanpa Iskandar). Selain itu ada pula sejarahwan yang menyebut Bahwa Zulkarnain adalah Alexander, seorang penakluk besar dari kerajaan Macedonia. Menurut Law Yock fang, seorang ahli hikayat asal Malaysia, di berbagai wilayah Islam di dunia, Alexander  Agung dikenal dengan nama Iskandar Zulkarnain. Di sejumlah daerah Islam seperti Arab, Syiria, persia, Turki, India, sampai Mongol, terdapat kisah-kisah tentang Iskandar sebagai penyebar agama Islam(Firdaus,2009:136). Namun menurut analisis penulis, penyebaran Islam pada saat itu tidak mungkin dilakukan Zulkarnain yang disebut Alexander itu, hal ini disebabkan Alexander sendiri lahir di Pella pada 20 Juni 356 SM[6]. Menurut dari tanggal lahirnya saja Islam belum ada saat itu. Patut diketahui bahwa Islam yang dibawa oleh Muhammad baru ada pada abad ke-6 atau tepatnya sekitar 900 tahun setelah jaman Alexander.
Terlepas dari misteri tentang Zulkarnain yang dianggap sebagai pembawa Islam pertama, kita lanjutkan bahasan tentang penyerangan Islam yang kedua setelah yang pertama dilakukan Muhammad Qosim. Penyerangan kedua ini dipimpin oleh Mahmud Ghazna pada (973-1073M). Ghazna sendiri adalah seorang Turki yang menjadi Raja di Ghazna, sebuah kerajaan yang terletak di Afganistan. Seperti penyerangan Qosim yang pertama, Mahmud Ghazna juga mendapatkan kemenangan yang besar dari penyerangannya ini. Sang raja ini berhasil menguasai India utara dan Lahore.
Dari pengalaman penyerangan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa daerah India selalu kalah dalam menahan serangan bangsa Muslim. Hal ini disebabkan karena ajaran dari Hindu berbeda dengan yang diterapkan di Islam. Di Islam, membela ajaran Islam adalah kewajiban bagi setiap umat, bahkan mati dalam peperangan adalah Syahid atau bisa dikatakan arwahnya suci. Sedangkan di agama Hindu terdapat pembagian kasta bagi mereka yang wajib berperang yaitu hanya bagi kelompok Ksatria. Tentara Hindu sekalipun besarnya tidak dibantu oleh segala lapisan masyarakat dan oleh karena itu lemah pada hakekatnya(Mulia,1951:39). Sebab yang lainnya bisa disebutkan adalah karena bangsa Islam lebih berpengalaman dalam melakukan peperangan. Tercatat mereka telah menguasai sebagian besar Timur Tengah, Afrika Utara, dan bahkan sudah melebarkan sayapnya hingga daerah Spanyol.
Walaupun penyerangan Ghazna yang gemilang ini berhasil menguasai sebagian India, namun tampaknya dia enggan untuk menempatkan pusat pemerintahannya di daerah taklukannya tersebut. Mahmud Ghazna lebih memilih Afganistan yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan, Raja lebih terfokus untuk upaya lanjutan dari penguasaan wilayah lainnya daripada harus mendirikan kekuasaan penuh atas daerah yang ditaklukannya. Cara seperti ini memang efektif dalam meluaskan pengaruh Islam dalam kepungan lokalitas Hindu di India. Disisi lain, sebagai dampaknya, setiap car aseperti itu akhirnya menjadi problematika tersendiri ketika harus berhadapan dengan wilayah-wilayah yang lebih menonjol dalam kultur lokalnya. Pada akhirnya, kekuatan kultur lokal tersebut bangkit kembali. Inilah yang kemudian lebih dikenal dengan resistensi budaya yang mengakibatkan Islam di India menjadi sebuah fenomena yang ada di permukaan saja(Thohir & Kusdiana,2006:85).
Pada 1186 M pemerintahan Ghaznawiyah jatuh oleh penguasa Abbasiyah dari dinasti Seljuk. Saat inilah tampil seorang jenderal Ghazna bernama Muhammad Ghori. Dia bermaksud menyelamatkan wilayah luas yang diwariskan oleh tuannya yaitu Mahmud Ghazna. Tidak ada penjelasan yang mendalam mengenai bagaimana cara Ghori naik ke pentas kekuasaan dan menyelamatkan wilayah Ghaznawiyah. Namun begitu, dijelaskan bahwa pada kurun waktu1175 sampai 1192, jenderal ini telah berhasil merebut wilayah Lahore, Uch, Multan Peshawar,Lahore dan Delhi. Dalam kekuasaannya, pemerintahan Ghori ini dinamakan kesultanan para budak. Masa pemerintahannya kemudian menyuruh tujuh panglima budak untuk menguasai wilayahnya secara bergiliran. Lebih jauh keterangan tentang kesultanan di India ini dijelaskan Mulia (1951:39) sebagai berikut.
Sejarah kerajaan Islam di India pada umumnya adalah riwayat raja-rajanya.Sejarah pemerintahan di dunua Timur bukan sejarah perlawanan raja dan rakyat,bukan pergolakan untuk merebut kekuasaan dalam pemerintahan sebagai sejarah politik di Barat, melainkan semata-mata hikayat raja-raja saja dan keturunan mereka. Timbul atau jatuhnya negeri dan rakyat bergantung sebagian besar pada kebijaksanaan dan sifat raja yang memerintah.
Pada penjelasan diatas dapat diterangkan bahwa bangsa yang mendiami wilayah India selalu tunduk terhadap kekuasaan bangsa lain yang menguasai wilayahnya walaupun bangsa tersebut bukanlah bangsanya, sebut saja bangsa Persia,bangsa Mongol, Yunani. Raja yang memerintah juga belum tentu menyerahkan kekuasaan berikutnya kepada pewaris tahtanya. Dalam contoh lain selain Ghori, dapat disebutkan Quthbuddin Aybak yang karena pewaris tahtanya kurang cakap maka kekuasaannya beralih kepada Sultan Altamish  yang merupakan hambanya.
Pada masa kepemimpinan Ghori sendiri, dia mempercayakan kepemimpinan wilayahnya kepada tiga panglimanya yaitu Tajuddin yang menguasai wilayah Ghazna, Nashiruddin yang menguasai wilayah Sindh, serta Quthbuddin Aybak yang menguasai seluruh Hindustan. Namun pada akhirnya dari ketiga panglima tadi hanya Aybak yang paling menonjol sebagai pemimpin yang penu kharisma.
Masa kesultanan Delhi dan Moghul
Pada masa perkembangan Islam selanjutnya lahirlah kekuasaan besar yang nantinya selama berabad-abad menguasai India. Pertama akan diterangkan tentang munculnya kerajaan Delhi yang akan diikuti oleh kerajaan Moghul. Penulis tidak akan membahas lebih jauh tentang kerajaan ini dan hanya membahas tentang garis besarnya saja.
Kerajaan Delhi
Periode Kesultanan ini dimulai dari tahun 1192-1525 M. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sultan Ghori telah memerintahkan Quthbuddin Aybak untuk memerintah di wilayah Indistan. Sepeninggalan Sultan Ghori, wilayah ini dikembangkan oleh Aybak sebagai wilayah yang independen. Aybak mengangkat dirinya sebagai Sultan Delhi.
Pada periode yang disebut juga sebagai Kesultanan Budak ini, para pengganti sultan tidak selalu berasal dari sanak keluarganya. Mereka yang cakap dalam memimpin kesultanan selanjutnya dapat memegang tampuk pemerintahan yang ditinggalkan sultan sebelumnya. Dalam hal ini, bisa saja orang dari golongan militer yang cakap dalam mengurus negara serta militer dapat mengganti kekuasaan(Thohir & Kusdiana,2006:88).
Berikut silsilah dari penguasa delhi :
1.      Quthbuddin Aybak (1206-1211)
2.      Ituthmish/Altamish (1211-1236)
3.      Dinasti Khilji (1290-1321)
4.      Dinasti Tughlak (1321-1399)
5.      Dinasti Sayid (1414-1451)
6.      Dinasti Lodi (1451-1526)


Kerajaan Moghul
Pada masa Lodi berkuasa,kekuacauaan terjadi dalam kesultanan Islam, akhirnya dia meminta bantuan ke negara lain yang berkuasa di Kabul. Penguasa Kabul saat itu bernama Babur. Babur malah memanfaatkan keadaan ini untuk merebut kesultanan Delhi walaupun maksud utamanya adalah untuk mengatasi kekacauaan yang ada. Pada akhirnya setelah menguasai Delhi maka Babur mendirikan kesultanan baru yaitu Kesultanan Moghul (1526-1858)(Supragtinyo,1994:23)
Berikut silsilah kesultanan Moghul
1.      Babur (1526-1530)
2.      Humayun(1530-1555)
3.      Sultan Akbar( 1555-1605)
4.      Syah Jahan (1628-1657)
5.      Aurangzeb (1657-1707)
Sepeninggal dari Aurangzeb, kerajaan Moghul mengalami kemunduran pesat karena perebutan kekuasaan. Kesultanan ini akhirnya dikuasai Inggris setelah rajanya yaitu Bahadur Syah II ditangkap.
2.3 Perkembangan Islam Setelah Kedatangan Inggris
Pada masa setelah Aurangzeb yag meninggalkan kekuasaan yang begitu luas wilayahnya, Islam mengalami kemunduran. Aurangzeb meninggal pada 1707M dan sampai masa setelahnya lebih banyak terjadi konflik dari penguasa Islam sendiri dalam merebutkan kekuasaan yang luas. Pada masa hingga tahun 1858 M kewibawaan penguasa selalu terombang-ambing oleh musuh politiknya. Walaupun pernah ada upaya untuk membenarkan pemerintahan agar stabil, namun ternyata usaha tersebut sia-sia. Hal ini diperparah dengan kedatangan bangsa Inggris ke India.
Sekitar tahun 1806-1837 ketika India dipimpin oleh Akbar II, gejalah bahwa kesultanan Islam mengalami stagnasi bahkan keruntuhannya sudah mulai terlihat. Inggris yang datang ke India dan selanjutnya mendirikan kongsi dagangnya yang bernama East Indie Company. Dalam perkembangannya ternyata kongsi dangang ini diberi kewenangan yang luas umtuk memiliki tanah milik kesultanan dan dijamin oleh sultan sendiri. Dengan memiliki tanah berati pihak Inggris melalui EIC berhak menentukan pajak yang ditarik dari rakyat atas wilayah tersebut. Selain itu untuk mengganti tanah itu pihak EIC hanya memberikan ganti rugi kepada kesultanan berupa harta untuk menjalankan pemerintahannya. Akibat hal ini terjadilah pemberontakan dari rakyat, diantaranya adalah adalah pengganti Akbar II yaitu Bahadur Syah II yang menghimpin rakyat untuk memberontak terhadap Inggris. Usaha ini sia-sia karena Inggris dibantu oleh pihak Hindu hingga pada akhirnya perlawanan ini dipatahkan dengan ditangkapnya sultan Bahadur Syah II oleh pihak Inggris( Thohir & Kusdiana, 2006:104).
Terdapat beberapa yang menyebabkan kemunduran Kesultanan Mughal seperti yang diungkapkan oleh Mulia(2006:104) yaitu
a.       Terjadinya stagnasi dalam membina kekuatan sehingga kehadiran Inggris tidak bisa terkontrol
b.      Kemerosotan moral di kalangan istana sehingga menimbulkan berbagai kecemburuan di kalangan politisi
c.       Ide-ide Aurangzeb menjadi bumerang bagi sultan-sultan yang lemah, yakni lahirnya kembali fanatisme non muslim terutama Hindu
d.      Semua sultan pada periode ini mengalami krisis kepemimpinan
Berdasarkan keterangan diatas kita dapat menyimpilkan bahwa kemunduran Islam adalah dikarenakan oleh kelemahan Sultan-Sultannya sendiri. Hal ini ditambah oleh kedatangan Inggris yang memang memberi kompensasi namun pada dasarnya sudah melecehkan kewibawaan kesultanan. Walaupun begitu kesultanan Islam di india telah menjadi sejarah sendiri dalam perkembangan sejarah wilayah tersebut. Islam memang tidak berhasil menjadi mayoritas seperti yang terjadi di Nusantara tapi dampak lebih lanjutnya sangat terasa. Salah satunya adalah kelahiran negara Pakistan kelak.



[1]  Berdasarkan presentasi makalah tentang berkembangnya Agama Hindu menyebutkan bahwa bangsa Arya baru bisa menguasai India setelah beberapa kali mencoba memasuki wilayah ini. Hal ini disebabkan karena mereka datang dalam jumlah besar beserta keluarganya.
[2] Kasta Ksatria inilah yang dianggap paling berperan dalam mempertahankan agama Hindu sehingga sekarang menjadi mayoritas setelah beberapa abad dikuasai Muslim.
[3] Islam pernah meraih puncak kejayaan di India pada masa Delhi dan Moghul. Bahkan pada masa Delhi didirikanlah salah satu keajaiban dunia yaitu Taj Mahal
[4] Emir adalah sebuah gelar bangsawan tinggi, digunakan di kebanyakan negara Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sejarah juga termasuk di negara orang-orang Turki. Istilah emir lebih banyak digunakan dalam Bahasa Indonesia ,walaupun istilah arabnya adalah amir. Salah satunya adalah karena trasliterasi iastilah Emirat dengan penguasanya seorang emir (http://id wikipedia.org/wiki/emir)
[5] Sindh adalah wilayah Sungai Indus. Wilayah ini berada di wilayah paling barat dari Sungai Indus.
[6] Pella pada saat itu adalah ibukota Kerajaan Macedonia. Tulisan lebih lengkap tentang Alexander yang berhubungan dengan Iskandar Zulkarnain bisa dilihat pada karya Haris Firdaus, Misteri-misteri Terbesar di Indonesia 2 dalam Bab Kerajaan Kandis, Alexander Agung dan Atlantis yang Hilang